Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara anggota ASEAN+3 kembali menggelar pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti salah satu tantangan kawasan, yaitu ketergantungan pada mata uang utama dalam perdagangan dan investasi.
"Ini akan meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3," terang Perry dalam keterangannya, Rabu (3/5).
Untuk itu, Perry memandang perlunya ASEAN+3 untuk mempererat konektivitas pembayaran dengan menggunakan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.
Baca Juga: Jepang dan Korea Selatan Sepakat Memulai Lagi Dialog Keuangan
Inovasi-inovasi juga perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar AS.
Forum menyambut baik pandangan Perry tersebut. Forum juga mengakui perkembangan kajian sistem pembayaran lintas batas di ASEAN+3.
Khususnya, mengenai penguatan transaksi mata uang lokal atau local currency transactions (LCT) dalam pembahasan isu tematik ASEAN+3.
Lebih lanjut, pertemuan yang dihelat pada 2 Mei 2023 di Incheon, Korea Selatan tersebut membawa kesepakatan untuk memperkuat kerja sama keuangan regional.
Baca Juga: Indonesia dan Laos Sepakati Perluasan Kerjasama Kebanksentralan
Termasuk dalam pembiayaan infrastruktur, kajian studi pada fasilitas nonpembiayaan, pembiayaan risiko bencana.
Ada juga kajian studi beberapa tema strategis, seperti digitalisasi keuangan, keuangan berkelanjutan, utang korporasi, utang rumah tangga, dan transaksi penggunaan mata uang lokal.
Kerja sama regional ini melalui inisiatif baik itu di bawah Regional Financing Arrangements (RFA) Future Direction, Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM), AMRO, Asian Bond Markets Initiative (ABMI), Disaster Risk Financing (DRF), dan ASEAN+3 Future Initiatives.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News