kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gerindra: Fokus alokasi bujet subsidi ke pertanian


Selasa, 11 Februari 2014 / 15:35 WIB
Gerindra: Fokus alokasi bujet subsidi ke pertanian
ILUSTRASI. Petani memanen kopi jenis ekselsa di Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (23/8/2022). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/hp.


Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Bagi partai berlambang kepala garuda ini implementasi kebijakan pemberian subsidi selama ini tidak tepat sasaran. Sebut saja anggaran sebesar Rp 210,7 triliun untuk membiayai subsidi bahan bakar minyak (BBM) terbakar begitu saja.

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyebut, alokasi anggaran untuk belanja subsidi seharusnya bisa lebih dioptimalkan. Tak heran jika Gerindra bertekad untuk menekan pemborosan anggaran subsidi. "Bagi kami saat ini inefisiensi pengeluaran anggaran," kata anggota Dewan Pakar Gerindra, Endang Setyawati Tohari.

Salah satu pos subsidi yang disorot partai dengan nomor urut keenam pada pemilihan umum (pemilu) 2014 ini adalah subsidi BBM. Endang mengkritik kebijakan pemasangan Radio Frequency Identification (RFID) yang ia nilai masih kurang mampu menjamin BBM bersubsidi tepat sasaran.

Karena itu, Gerindra mengusung alternatif lain. "Gerindra ingin menciptakan energi–energi alternatif, bisa dari tumbuhan, sumber nabati. Tapi, sebaiknya yang nonpangan," ujarnya.

Salah satu contoh yang bisa dipakai adalah tanaman jarak, yang telah dikenal sejak zaman penjajahan Jepang. Ia mengakui, salah satu kendala yang dihadapi Indonesia adalah mahalnya teknologi untuk mendukung produksi bahan bakar alternatif ini. Namun, mahalnya biaya hanya terjadi di awal penerapan dan lambat laun akan menjadi semakin murah.

Selain mencari bahan bakar alternatif, Gerindra pun pernah mengusulkan agar subsidi BBM dialihkan untuk pengadaan 10.000 bus gratis. "Langkah pengadaan bus ini dapat jauh lebih tepat sasaran bagi masyarakat," terangnya.

Pos yang juga tak kalah penting adalah subsidi non-energi, terutama di bidang pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia harus lebih berdaulat salam bidang pangan. "Pangan adalah senjata kedaulatan kita. Bagaimana bisa perang kalau masih lapar? Akhirnya kita selalu dilecehkan," paparnya.

Subsidi non-energi sebesar Rp 51,6 triliun diakuinya masih sangat minim. Pasalnya, dibutuhkan dana yang lebih besar untuk mengimplementasikan teknologi dan hasil temuan warga dan intelektual dari negeri sendiri, yang masih jarang digunakan. "Agar hasil penelitan tidak hanya memenuhi perpustakaan saja," ujarnya.

Belum lagi, dukungan pemerintah masih belum memadai untuk mengakomodasi penelitian ilmuwan Indonesia untuk memajukan ketahanan pangan.

Menyoal subsidi di bidang pertanian, Gerindra menekankan adanya penyuluhan yang lebih baik bagi para petani. Subsidi juga bisa berupa pengadaan benih unggul. Dalam penerapannya, pengawasan juga diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan, seperti banyaknya beredar pupuk palsu.

Hal senada juga ditegaskan politisi Gerindra Sumarjati Arjoso. Ia menekankan sudah sepatutnya Indonesia memiliki program panjang untuk mendukung ketahanan pangan. "Supaya Indonesia menjadi negara yang kuat," paparnya. Singkatnya, partai pimpinan Prabowo Subianto ini menawarkan pembenahan di kebijakan subsidi. Realokasi pos pos anggaran subsidi dan menetapkan skala prioritas.    

Sektor pertanian jadi komoditas politik

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai fokus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menggenjot subsidi di sektor pertanian cukup beralasan. Mengingat, kebijakan subsidi sejauh ini belum menitikberatkan pada sektor ini.

Padahal, sektor pertanian mempunyai posisi yang penting. Sebagai negara agraris, Indonesia memang memiliki kekuatan sumber daya di bidang pertanian. "Semua sektor yang menunjang pembangunan bisa diprioritaskan partai politik," katanya.

Menurut Siti, peran Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto, selaku Ketua Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), menjadi faktor pendorong dicetuskannya kebijakan subsidi untuk pertanian. "Ini penegasan petani menjadi basis massa signifikan bagi Partai Gerindra," jelasnya.

Prospek dukungan dari petani, diakui Siti cukup besar. Tak heran jika wilayah pertanian kini tengah disorot partai politik. "Sekitar 60% penduduk di desa adalah petani. Ini wilayah yang diperebutkan partai politik ," paparnya.

Namun, Siti mengingatkan masyarakat agar cerdas untuk menilai segala kebijakan yang didengungkan akan dilakukan partai politik. "Tentu ini merupakan bentuk kampanye juga. Orang akan mampu menilai bahwa ini memang bentuk alat politik," ujarnya.

Sementara itu, Fauzi Ichsan, ekonom senior Standard Chartered Bank mengamini  usulan Gerindra mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Mengingat, subsidi BBM yang berjalan salah sasaran, dinikmati kalangan kelas menengah.

Soal rencana subsidi di sektor pertanian, menurutnya, perlu dikaji. "Nanti kebijakan ini bisa membuat sektor pertanian lebih efisien atau tidak," katanya.

Dampak negatif yang mungkin terjadi, bakal timbul ketergantungan. "Sebaiknya dana subsidi dialihkan ke infrastruktur," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×