Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berupaya untuk terus mendorong pertumbuhan industri pariwisata dan pendukungnya seperti pengembangan pondok wisata alias homestay. Namun agar maksimal, pemerintah disebut tak perlu terlalu agresif dalam memungut pajak dari pelaku usaha.
Menurut Guru Besar Ilmu Kebijakan Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana pemerintah sebaiknya tidak agresif memajaki pelaku-pelaku usaha seperti homestay desa wisata. Dia menyarankan supaya industri tersebut diberikan ruang tumbuh terlebih dahulu, sehingga dapat memberikan dampak positif pada sektor lainnya.
"Jadi yang harus diperhatikan adalah bagaimana supaya industri ini tumbuh, sehingga kalau dia bisa murah dan bagus tidak diganggu dengan masalah pajak demand-nya akan banyak, bayangkan dampaknya ke perekonomian, kearifan lokal, budaya, maka lihat dari sisi itu," ujar Haula, Rabu (20/2).
Haula menyebut pengenaan pajak yang diterapkan oleh pemerintah tentunya dapat mempengaruhi arus kas para pelaku usaha. Apalagi, untuk pajak daerah biasanya terdapat minimal 3 hingga 4 jenis pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha homestay desa wisata.
Padahal menurut Haula, pemerintah memiliki ruang untuk menunjukkan keberpihakannya kepada pelaku usaha homestay desa wisata dengan memberikan insentif pajak baik secara langsung mapun tidak langsung.
Dia mencontohkan, pemerintah daerah bisa membuat aturan terkait leveling tarif pajak hotel. Sehingga, tarif pajak yang dikenakan terhadap homestay dengan hotel-hotel yang skalanya besar berbeda. Atau pemerintah daerah bisa melakukan pengurangan PBB P2.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Anneke Prasyanti mengakui, kebijakan pajak memang menjadi tantangan dan kendala dalam pengembangan homestay desa wisata. Terlebih, dari hasil temuan timnya di lapangan, Anneke menemui adanya ketidakadilan yang dialami pelaku usaha di daerah yang satu bila dibandingkan daerah lain.
Anneke berharap, ada langkah lanjutan bagi para akademisi untuk penelitian lanjutan dan sebagai masukan ke pemerintah khususnya terkait rancangan undang-undang.
"Dan yang terpenting pelaku usaha itu paham, regulasinya seperti apa. Jadi kalau ada petugas nakal, mereka bisa mengerti," ujar Anneke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News