kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Gempa sering mengguncang Indonesia, apa yang harus dilakukan?


Sabtu, 03 Agustus 2019 / 17:30 WIB
Gempa sering mengguncang Indonesia, apa yang harus dilakukan?


Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gempa bumi kerap mengguncang wilayah di Indonesia. Pada Jumat (2/8/), terjadi gempa Banten yang terasa di beberapa daerah lain di Pulau Jawa dan Sumatra.

Gempa Banten juga diikuti peringatan dini tsunami yang kemudian dicabut oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Biasanya, terjadi kepanikan jika terjadi gempa. Ada upaya mitigasi yang dilakukan karena Indonesia termasuk wilayah yang rawan gempa.

Baca Juga: Gempa Banten, dua warga Sukabumi meninggal

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, meminimalisasi risiko gempa bumi dapat dilakukan dengan pendekatan mitigasi struktural. "Kalau gempa itu enggak usah banyak rencana, pokoknya wujudkan bangunan rumah tahan gempa sesuai aturan yang ada (mitigasi struktural)," kata Daryono kepada Kompas.com, Sabtu (3/8).

Daryono mengatakan, jatuhnya korban saat gempa biasanya karena bangunan roboh. "Gempa itu menjadi human interest kalau ada (bangunan) yang roboh, korban luka, korban meninggal. Dalam konteks ini, gempa tak pernah membunuh orang, yang membunuh adalah bangunan rumahnya," ujar dia.

Baca Juga: Penghuni keluhkan terjebak saat gempa, begini penjelasan pengelola Kalibata City

Contohnya, lanjut Daryono, peristiwa dua gempa dengan perilaku dan kondisi geologi serupa, yaitu gempa di Yogyakarta pada 2006 dan gempa di Suruga, Jepang pada 2010.

"Pembangkitnya (dua gempa itu) sama-sama sesar aktif. Yang beda bangunan rumahnya. Rumah di Jepang sudah mengadopsi bangunan tahan gempa, di Indonesia belum," papar dia.

Gempa di Yogyakarta dan di Jepang sama-sama mempunyai kekuatan 6,4 magnitudo dan berada pada kedalaman 10 meter. Gempa di Yogyakarta menyebabkan ribuan orang meninggal, sementara di Jepang hanya satu orang.

Baca Juga: Update gempa Banten: Sebanyak 200 bangunan rusak di wilayah terdampak

"Ini sebagai contoh nyata. Niat untuk menyelamatkan masyarakat kita dari daerah gempa (yaitu) mendirikan bangunan tahan gempa, tidak ada lainnya lagi," ucap Daryono.

Guncangan besar

Daryono mengungkapkan, selain mitigasi struktural, masyarakat juga harus paham mitigasi ketika gempa bumi terjadi. Saat guncangan besar terjadi, mengelola rasa panik menjadi satu hal penting.

"Masyarakat kalau di dalam rumah, goncangannya besar jangan paksa lari keluar. Tunggu guncangannya selesai. (Berlindung dengan cara) cari barang apa saja yang bisa melindungi badan kita," papar Daryono.

Baca Juga: Cerita gempa Banten, air di pantai Pelabuhan Ratu sempat surut 2 meter

Hal ini dilakukan karena saat gempa, tubuh akan mengikuti gerak tanah. "Kalau gempa besar, enggak bisa kita jalan atau merangkak. Lempar sana lempar sini (terombang-ambing). Belum lagi rak buku ambruk, televisi jatuh, semua mencelat semua. Bisa saja pintu enggak bisa dibuka karena terkunci," lanjut dia.

Gempa bumi yang berpusat di laut juga dapat memicu potensi gelombang tsunami. Mengenai hal ini, Daryono mengatakan, evakuasi mandiri menjadi hal penting yang harus segera dilakukan.

Baca Juga: Sebanyak 1.050 orang mengungsi akibat gempa Banten, berikut rinciannya

Jika gempa terasa di daerah dekat pantai terutama pantai rawan tsunami, maka masyarakat tak perlu menunggu peringatan yang dikeluarkan oleh BMKG atau instansi resmi lainnya untuk menyelamatkan diri. "Kalau ada gempa di pantai, ya sudah pergi tinggalkan pantai. Menghindari daerah pantai," kata Daryono.

Jalur-jalur evakuasi juga harus disiapkan. "Harus diperkuat evakuasi mandiri di pantai-pantai yang rawan tsunami. Harus ada sosialisasi yang menyeluruh dan berkelanjutan. Kemudian diadakan jalur-jalur evakuasi mandiri di berbagai pantai yang rawan tsunami," ujar Daryono.

Penataan ruang di sekitar pantai rawan tsunami juga harus diperhatikan. Selain itu, tidak disarankan mendirikan bangunan di dekat bibir pantai rawan tsunami. Jika memang akan membuat bangunan, usahakan setidaknya berjarak 400 meter dari pantai. (Mela Arnani)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Gempa Kerap Guncang Indonesia, Apa yang Bisa Kita Lakukan? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×