Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama lebih dari setahun belakangan, kinerja industri manufaktur Indonesia terus berada di zona ekspansif atau mencatat indeks di atas 50. Setelah pada saat pandemi Covid-19 menyerang, indeks manufaktur bergerak di bawah 50.
Kinerja industri manufaktur ini juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pemulihan. Terpantau pada kuartal III-2022, industri manufaktur berkontribusi 17,88% terhadap produk domestik bruto (PDB), sehingga membuatnya menjadi lapangan usaha sumber pertumbuhan ekonomi.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Indonesia tak boleh terlena. Bahkan, bendahara negara mewanti-wanti Indonesia harus waspada karena sudah terlihat penurunan kinerja manufaktur pada bulan Oktober 2022.
Bila menilik data Standard and Poor’s (S&P) Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur pada bulan Oktober 2022 tercatat 51,8 atau menurun dari 53,7 pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Aktivitas Manufaktur Masih Ekspansif, Kepala BKF: Harus Kita Syukuri
“Kita perlu mencermati dan mulai waspada soal kinerja manufaktur kita. Pada Oktober 2022, sudah ada penurunan PMI Manufaktur dan ini perlu waspada,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (24/11) secara daring.
Memang meski menurun, PMI Manufaktur Indonesia masih berada di zona ekspansif. Namun, Sri Mulyani meminta Indonesia tak terlena dengan level ekspansif ini, tetapi perlu mencermati prospek kinerja manufaktur ke depan di tengah ketidakpastian global yang berpotensi menekan gerak industri pengolahan dalam negeri.
“Jadi kita bukan hanya melihat level saat ini di atas zona ekspansi, tetapi kita tetap harus bertahap dalam menghadapi goncangan global. Ini tantangan untuk memasuki tahun 2023,” tambahnya.
Senada, Vice President for Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani mengakui kinerja industri manufaktur akan menghadapi tantangan pada 2023. Termasuk, tantangan dari ketidakpastian global.
Risiko pelemahan ekonomi global akan menurunkan permintaan dari negara maju, termasuk negara mitra dagang Indonesia. Tentu ini yang akan berpotensi menjadi batu sandungan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia pada tahun depan.
Baca Juga: Ekonomi Global Lesu, Indeks Manufaktur Indonesia Melorot