Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar dagang dan industri Indonesia (Kadin) menyebutkan, salah satu kendala dalam mengembangkan sektor hortikultura adalah akses lahan.
Kadin mengusulkan agar ada klasterisasi dan konsep hak penggunaan lahan untuk mengembangkan sektor hortikultura. Mendengar hal itu, Pemerintah berjanji akan mulai fokus pada sektor hortikultura, salah satunya terkait hal tersebut.
Baca Juga: Perkuat ketahanan pangan, Bank Mandiri dan Pertamina bangun sentra pengolahan beras
Asisten Deputi Agribisnis Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Yuli Sri Wilanti mengaku, lahan menjadi salah satu pekerjaan utama pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian yang salah satunya sektor hortikultura.
Meski saat ini pemerintah telah melalukan sejumlah upaya terkait lahan seperti reforma agraria dan perhutanan sosial.
Yuli bilang, opsi skema hak penggunaan lahan (HPL) bagi swasta yang ingin bekerjasama dengan perusahaan BUMN yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) bisa saja dipertimbangkan.
Terlebih bagi BUMN yang terbukti memiliki lahan konsesi HGU tetapi tidak digunakan atau penggunaannya belum maksimal.
"Kemenko Perekonomian otomatis yang akan mengkoordinasikan karena di bawahnya ada 10 kementerian lembaga terkait. Ada KLHK, Kementerian Pertanian, dia harus bisa memetakan kebutuhan lahannya seperti apa dan nanti mana yang bisa kita ambil dari lahan-lahan yang idle yang punya BUMN yang mungkin tidak banyak terpakai, nah itu yang kita dorong," ujar Yuli, Kamis (3/10).
Selain itu, pihaknya kini akan mulai membuat grand design dan klasterisasi komoditas hortikultura di suatu wilayah. Pasalnya, sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang memiliki kontribusi besar terhadap product domestic bruto (PDB).
Baca Juga: Pemangkasan telur tetas belum efektif angkat harga ayam di tingkat peternak
Tepatnya, berada di urutan ketiga dengan kontribusi terbesar setelah sektor industri dan perdagangan. "Di dalam sektor pertanian itu ada sub sektor hortikultura yg dia kontribusinya nomor dua setelah perkebunan," kata dia.
Pemerintah, lanjut dia, akan melakukan pendekatan kepada masyarakat pedesaan terkait manfaat yang diperoleh dari proses klasterisasi.
"Clustering itu kan mereka tetap punya lahan, tetap berusaha dan budidaya sesuai yang diinginkan, hanya saja kita kumpulkan dalam kawasan luas supaya lebih efisien, clustering membantu dari hulu sampe hilir. Jadi semuanya InsyaAllah bisa berjalan dengan baik," ujar dia.
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Indonesia, Karen Tambayong mengatakan, usulan kadin terkait opsi skema hak penggunaan lahan (HPL) bagi swasta yang ingin bekerjasama dengan perusahaan BUMN yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) karena menurut dia masih terdapat lahan HGU korporasi BUMN yang tidak terpakai atau penggunaannya belum optimal.
Kemudian, kata dia, adanya klasterisasi akan memudahkan manajemen kualitas dan ketersediaan pasokan komoditas hortikultura. Serta bertujuan untuk meningkatkan ekspor komoditas hortikultura nasional.
Baca Juga: Nestle S.A. perketat pemeriksaan pasokan biji kopi, AEKI: pengaruhnya tak signifikan
"Harus ada klastering. dia yang menjaga. Misal cabe, jenis apa cabenya. trus di klaster mana. kapan dia panennya, kan cabe di Jawa dengan Sumatera beda waktu panen. harusnya bisa ditata," ujar dia.
Pengamat Hortikultura Institut Pertanian Bogor (IPB) M Firdaus mengatakan, selama ini anggaran negara untuk sektor pertanian sudah banyak. Ia mengatakan, untuk subsidi pupuk saja bisa mencapai Rp 32 triliun dan subsidi benih bisa mencapai sekitar Rp 1,5 sampai Rp 2 triliun.
"Namun validitas datanya kerap menjadi pertanyaan," kata dia.
Sebab itu, kata dia, sejumlah pelaku start up melakukan digitalisasi untuk memantau petani sejak perencanaan tanam, jenis tanaman, dan pupuk apa yang digunakan. "Kalau pemerintah mau memanfaatkan itu, maka petani yang ada itu bisa teregistrasi," ujar dia.
Firdaus bilang, sistem tersebut penting karena nantinya akan berpengaruh pada negara ekspor tujuan. Sebab, negara tujuan ekspor tentunya lebih percaya pada produk yang telah teregistrasi dan terpantau dengan jelas.
Baca Juga: Untuk kali pertama dalam sejarah, tingkat inflasi Korea Selatan jatuh di bawah 0%
"Di luar negeri setiap mereka akan mengimpor komoditas dia harus tahu tanaman itu menggunakan pupuk apa, pestisida apa, tracibility ini kan berangkat dari registrasi. Jadi good agriculture practices (GAP) itu poinnya bagaimana kita mendokumentasikan semua kegiatan," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News