kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fadli Zon mencuit utang melampaui batas, Stafsus Menkeu Yustinus menjawab


Selasa, 14 April 2020 / 12:44 WIB
Fadli Zon mencuit utang melampaui batas, Stafsus Menkeu Yustinus menjawab
ILUSTRASI. Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat memberikan keterangan pers terkait kedatangannya ke Gedung KPU Pusat, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2019). Fadli Zon datang sebagai anggota DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan dan kehadirannya tersebut dalam rangka melihat c


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik penarikan utang jumbo melalui surat utang (obligasi) global yang dilakukan pemerintah di tengah pandemi Covid-19.

Kritik tersebut Fadli Zon sampaikan dalam sebuah cuitandi media sosial Twitter @fadlizon pada Minggu (12/4).

“HATI-HATI, UTANG KITA SUDAH MELAMPAUI BATAS AMAN! (a thread)”

Fadli menilai, pemerintah tidak seharusnya berbangga atas penerbitan obligasi global berdenominasi dollar AS sebesar US$ 4,3 miliar atau setara Rp 68,8 triliun (kurs Rp 16.000) yang dilakukan pekan lalu, Selasa (7/4).

Sebaliknya, Fadli mengatakan, kenyataan bahwa Indonesia menjadi negara pertama (di Asia) yang menerbitkan obligasi global di tengah pandemi Covid-19, mestinya membuat pemerintah malu lantaran menunjukkan betapa ringkihnya perekonomian Indonesia.

"Begitu rapuhnya ekonomi kita, sehingga meskipun krisis baru saja dimulai, kita sudah membutuhkan suntikan utang dalam jumlah besar. Sekali lagi, tak sepatutnya hal semacam itu diceritakan sbg sebuah kebanggaan, apalagi prestasi,” tulis Fadli.

Sebelum pandemi, kebutuhan utang pemerintah mencapai Rp 741,84 triliun, terdiri dari pembiayaan defisit anggaran Rp 351,9 triliun dan pembayaran utang jatuh tempo Rp 389,98 triliun. 

Kini pemerintah berencana menerbitkan Pandemic Bond dengan total Rp 449,9 triliun sehingga total utang dinilainya akan kian membengkak.

Dalam hitungan Fadli, utang pemerintah bisa mencapai Rp 6.157 triliun pada akhir 2020 atau mencapai rasio 36% hingga 38% terhadap PDB dengan asumsi PDB Indonesia akhir tahun nanti sebesar Rp 16.300 triliun.

"Jadi, peningkatan jumlah utang sama sekali bukanlah prestasi. Selain itu, jangan bohongi rakyat seolah-olah rasio utang kita masih aman. Pemerintah selalu berdalih rasio utang kita terhadap PDB tetap aman, krn masih di bawah 60 persen,” lanjut Fadli.

Pasalnya, Fadli mempermasalahkan soal batas aman rasio utang 60% dalam UU Keuangan Negara yang menurutnya tak lagi sahih dijadikan patokan.

Mengutip ekonom Rizal Ramli, Fadli mengatakan bahwa rasio utang yang tepat saat ini untuk Indonesia adalah 22% PDB yang diperoleh dari rumus dua kali rasio pajak negara-negara anggota OECD.

"Karena rasio pajak negara-negara OECD rata-rata 30 persen, maka ditetapkanlah rasio utang yg aman tadi sebesar 60 persen. Kalau kita mengacu pada rasio pajak selama pemerintahan Presiden @jokowi, yg dalam lima tahun terakhir hanya limit 11 persen, maka batas aman utang kita seharusnya adalah 22 persen PDB,” tandas dia.

Dengan posisi utang pemerintah sebesar Rp 4.948,2 triliun atau setara 30,82% PDB per akhir Februari lalu, Fadli menuding pemerintah telah melanggar batas aman rasio utang.

Ia juga mengatakan bahwa sepanjang lima tahun terakhir, pemerintah tak hati-hati dalam mengelola keuangan negara sehingga terjerumus pada jurang defisit.

“Saya khawatir, krisis kesehatan akibat Corona ini akan dijadikan dalih oleh Pemerintah untuk mengeruk utang sebesar-besarnya untuk menutupi compang-campingnya keuangan negara, jadi bukan untuk mengatasi krisis yg sedang dihadapi rakyat itu sendiri. Ini baru satu kekhawatiran,” ungkap Fadli.

Yustinus Prastowo yang baru saja resmi menjabat Stafsus Menkeu pun menanggapi utas Fadli tersebut dengan argumennya.

Melalui akun Twitter @prastow, ia menegaskan bahwa rasio utang pemerintah saat ini sangat aman karena dengan patokan kesepakatan Maastricht rasio utang 60%, Indonesia bahkan tak termasuk peringkat 100 besar atau lebih tepatnya ada di peringkat ke-158.

Yustinus juga menguji klaim Fadli yang menemukan rumus batas aman rasio utang sebesar dua kali rasio pajak yang menurutnya tak pernah dicetuskan oleh OECD.

Kalaupun patokan itu benar ada, Yustinus membuktikan bahwa justru negara-negara OECD sendiri tak dapat memenuhi kriteria tersebut.

Di 2018 misalnya, Amerika Serikat memiliki rasio pajak 24,3%, namun rasio utangnya jauh lebih tinggi yaitu 106,7% PDB. Italia rasio pajaknya 42,1%, tetapi rasio utangnya sebesar 133,4% PDB. Prancis memiliki rasio pajak 46,1% dengan rasio utang 99,2% PDB.

Begitu juga dengan negara ASEAN seperti Malaysia yang rasio pajaknya hanya 12,03% tetapi rasio utangnya 55,1% PDB, Singapura rasio pajaknya 13,47% tetapi rasio utangnya 112,9% PDB, dan Filipina dengan rasio pajak 14,72% namun rasio utangnya 39,8% PDB.

Yustinus pun menunjukkan bahwa tak ada rezim kepemimpinan Presiden Indonesia mana pun yang lolos dari ambang batas utang dua kali rasio pajak seperti yang dikemukakan Fadli Zon itu.

“Sampai di sini patokan hasil imajinasi (Fadli Zon) gugur dan patah […] ujar Yustinus. Sejak era Pak Harto, Presiden Habibie, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY dan Pak Jokowi, semua melebihi 2x tax ratio. Jadi sampai di sini: menepuk air didulang, tepercik muka sendiri,” pungkas Yustinus.

Yustinus menjelaskan bahwa biar bagaimana pun patokan kebijakan utang adalah Undang-Undang sebagai hukum positif yang berlaku. Konsekuensi pelanggaran atau tidaknya berpatok pada UU dan bukan pada sabda Fadli Zon atau siapa pun.

“Intinya tuduhan itu sama sekali tidak berdasar. Saya berkewajiban meluruskan yang bengkok agar tak mengecoh publik. Kita sedang diuji dengan pandemi, saatnya bersatu! Salam,” tutup Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×