Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Tahun 2014 menjadi tahun yang berat bagi Pemerintah Indonesia. Enam target asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 tidak tercapai.
Pertama, asumsi pertumbuhan ekonomi. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 diperkirakan hanya 5,1%, meleset dari target yang ditetapkan sebesar 5,5%.
Ekonomi yang loyo ini diakuinya sebagai hasil kebijakan moneter dan fiskal yang ketat untuk mengecilkan defisit transaksi berjalan. "Dengan kebijakan ketat maka pertumbuhan akan terkendala," ujar Bambang, Senin (5/1).
Kedua, inflasi. Tingkat inflasi pada 2014 adalah 8,36%, lebih tinggi dari pagu 5,3%. Angka inflasi yang tinggi ini sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan pemerintah pada November 2014.
Ketiga, nilai tukar rupiah. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2014 adalah Rp 11.878 per dollar Amerika Serikat (AS). Asumsi nilai tukar 2014 adalah Rp 11.600. Pergeseran nilai tukar ini mengakibatkan berbagai perhitungan beban negara yang terkait dengan dollar AS mengalami perubahan seperti bunga utang dan subsidi BBM.
Keempat, tingkat suku bunga SPN 3 bulan. SPN 3 bulan pada tahun 2014 sebesar 5,8%, lebih rendah dari asumsi 6%. Hal ini utamanya dipengaruhi masih tingginya permintaan akan surat berharga negara (SBN) meskipun likuiditas global relatif ketat.
Kelima, harga minyak mentah Indonesia (ICP). ICP Indonesia rata-rata sepanjang tahun 2014 adalah US$ 97 per barel. "Sejak September harga minyak turun," terang Bambang. Pagu ICP dalam APBN-P 2014 adalah US$ 105 per barel.
Keenam, lifting minyak. Target lifting minyak adalah 818.000 barel per hari dan yang berhasil direalisasikan adalah 794.000 barel per hari.
Adapun, hanya satu asumsi makro yang mencapai target yaitu lifting gas dengan pagu 1.224 ribu barel setara minyak per hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News