Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Pertamina (persero) mengaku rugi meski harga elpiji naik 67% di awal tahun 2014. Hal ini dikarenakan ada selisih dari pembelian dan produksi yang dilakukan Pertamina tanpa ditanggung oleh negara.
Vice President Corporate Communication Ali Mundakir menjelaskan jika harga elpiji tidak dinaikan, Pertamina akan rugi sampai Rp 6 triliun. Dengan adanya kenaikan harga elpiji 12 kg, Pertamina memperkecil kerugian menjadi Rp 3 triliun.
"Kita tetap rugi tapi nggak sebesar kalau harga elpiji tidak dinaikan," ujar Ali, di Bandara Halim Perdana Kusuma, Minggu (5/1).
Ali menjelaskan jika Competent Person Report (CPR) Aramco untuk harga gas US$ 837 per metric ton dan kurs Rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp 10.500, Pertamina bisa rugi hanya Rp 2 triliun. Namun jika CPR US$ 900 dan kurs mencapai Rp 12.000 maka Pertamina akan rugi sampai Rp 3,7 triliun.
"Semua tergantung CPR dan kurs rupiah terhadap dollar AS," jelas Ali.
Lebih lanjut Ali menjelaskan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit kerugian Pertamina sebesar Rp 7,7 triliun dari tahun 2011 sampai 2012. Salah satu cara yang harus dilakukan Pertamina untuk mengurangi kerugian atas temuan BPK dengan menaikkan harga elpiji.
"Penyesuaian harga tersebut dilakukan untuk pertama kalinya sejak Oktober 2009, menyusul kerugian bisnis elpiji non subsidi kemasan 12 kg yang telah mencapai Rp 22 triliun dalam enam tahun terakhir," papar Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News