kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eksportir kian patuh lapor valas


Rabu, 03 Desember 2014 / 07:33 WIB
Eksportir kian patuh lapor valas
ILUSTRASI. Manfaat daun singkong untuk kesehatan tubuh.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Usaha Bank Indonesia (BI) memperkuat cadangan devisa berbuah positif. Kini semakin banyak pengusaha yang melaporkan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Semakin banyak laporan DHE dan semakin lama dana tersebut bertahan di dalam negeri, bakal menguatkan cadangan devisa.

BI mencatat hingga Oktober 2014, jumlah pelapor DHE dari perbankan mencapai 2.104 pelapor. Sedang pelapor DHE dari eksportir mencapai 201.332 pelapor. Nilai DHE yang 2012 hanya 65% dari total pemberitahuan ekspor barang sekarang naik menjadi 80% dari total pemberitahuan ekspor barang (PBE).

Alhasil, secara akumulatif dari Januari 2012-September 2014 nilai DHE yang tercatat BI mencapai US$ 398,5 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 497,8 miliar. Artinya, sudah 80,05% eksportir melaporkan devisa hasil ekspornya kepada BI.

Asal tahu saja, DHE adalah salah satu instrumen Bank Indonesia (BI) untuk membuat pasar valuta asing (valas) di Indonesia lebih dalam. Instrumen ini mewajibkan eksportir melaporkan DHE ke BI mulai Januari 2012.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) BI Wiwiek Sisto Widayat mengatakan kepatuhan eksportir untuk melaporkan DHE semakin baik. Yang menjadi fokus BI saat ini adalah mengejar sisa 20% eksportir untuk mau melaporkan DHE.

BI mencatat pemenuhan kepatuhan DHE didominasi dari  sektor non migas dengan besaran 82%, sedangkan sektor migas hanya sebesar 67%. Kepatuhan sektor migas untuk melaporkan DHE terbilang masih rendah.

Sektor Liquefied Natural Gas (LNG) alias gas alam cair yang paling rendah melaporkan DHE yaitu 53% dari ekspor. Untuk sektor yang pelaporannya paling baik adalah eksportir di bidang crude palm oil (CPO) alias minyak kelapa sawit dan karet, masing-masing sebesar 95% dari nilai ekspor.

Wiwiek menegaskan, BI tidak bisa berdiri sendiri mengejar kepatuhan DHE pada sektor migas dan non migas. "Kapasitas BI terbatas sehingga kita bergerak dengan berkoordinasi dengan institusi lain," ujar Wiwiek disela-sela pemberian penghargaan kepada pelapor DHE terbaik, Selasa (2/12).

Pertegas kebijakan

Mengacu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/10/2014 tentang penerimaan DHE, BI hanya bisa memberikan sanksi jika eksportir tak melaporkan DHE. 
Sanksi akan diberikan apabila dalam jangka waktu bulan ketiga sejak kegiatan ekspor, DHE belum juga dimasukkan dan tercatat di perbankan dalam negeri. Sanksinya berupa surat peringatan. 

Apabila belum juga melapor, BI akan memberikan sanksi administratif berupa denda yaitu 0,5% dari nilai DHE yang belum diterima. Jika denda tidak dibayar dan tidak memasukkan DHE maka dikenakan sanksi penangguhan pelayanan ekspor. Penangguhan ini bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.

Dalam catatan BI, sejak Januari 2012-September 2014 sudah ada 773 eksportir yang ditangguhkan ekspornya dengan dominasi pada sektor batu bara dan tekstil. Bagi BI, pelaporan DHE menjadi penting untuk pembiayaan perekonomian dan stabilisasi nilai tukar. Oleh karena itu, BI membutuhkan peranan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendorong perusahaan migas melaporkan DHE.

Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan, masih rendahnya pelaporan DHE dari sektor migas adalah pekerjaan rumah terbesar dirinya. Ia berkomitmen meningkatkan DHE pada sektor migas dengan memberikan kepastian agar bisnis migas dapat berjalan dengan baik di Indonesia.

Menurut Sudirman, tidak ada alasan bagi eksportir migas untuk takut melaporkan DHE. "Yang diminta hanya mencatat dan melaporkan DHE-nya saja. Uangnya punya kalian (eksportir) semua," tandasnya. Pemerintah ingin agar pelaporan DHE menjadi jelas dan transparan.

Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman berpendapat, dalam jangka pendek BI harus memperberat sanksi. Denda yang hanya sebesar 0,5% terhitung sangat rendah apalagi untuk level perusahaan migas yang nilai ekspornya sangat besar.

Dalam jangka panjang, menurut Juniman, BI harus mengubah Undang Undang lalu lintas devisa. Dalam UU sekarang tidak ada paksaan DHE harus mengendap di perbankan dalam negeri. "Bagaimana caranya devisa itu minimal ditahan sebulan di Indonesia," terang Juniman.

Maka dari itu, BI bersama dengan pemerintah harus mendorong DPR untuk membuat perubahan UU lalu lintas devisa. Dengan dipaksa mengendap, cadangan devisa akan meningkat dan bagus untuk stabilisasi rupiah.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×