Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat termasuk mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.
Kondisi ini juga mendorong banyak pelaku usaha untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan tidak hanya mengejar profit, tapi juga menjalankan bisnis yang ramah lingkungan (planet) dan memiliki komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat (people). Lebih dari itu, urgensi bisnis berkelanjutan telah menjadi sebuah kebutuhan perusahaan di masa depan.
Berbagai pendekatan kemudian digunakan dalam pelaksanaannya, di antaranya Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Environment, Social, and Governance (ESG). Implementasinya diharapkan dapat menghadirkan dampak positif di wilayah operasional perusahaan, sekaligus mampu menjadi sarana hubungan baik dengan masyarakat sekitar dan pemerintah.
Hal ini merupakan sebuah langkah bagi korporasi untuk bisa menjalankan bisnisnya dengan baik, sekaligus menghadirkan inklusi sosial ketika perusahaan dan masyarakat di sekitarnya bisa berjalan dan maju bersama.
Baca Juga: Kemenkeu Ajak Forum Internasional Perkuat Penanggulangan Bencana
Menanggapi perubahan iklim serta kaitannya dengan operasi bisnis berkelanjutan yang dilakukan perusahaan, tokoh pemerhati lingkungan, Alexander Sonny Keraf, menyampaikan, isu yang berkembang saat ini bukan hanya perubahan iklim, tapi juga dampak lingkungan dari aktivitas ekonomi sejak revolusi industri. Pasalnya, sejak revolusi industri terjadi, sebagian besar industri menggunakan energi fosil sebagai penggerak operasi perusahaan.
Bagi mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup di era Presiden KH Abdurahman Wahid ini, ada empat imbas dari revolusi industri yakni berupa pencemaran baik udara, air, lahan, lalu kerusakan lingkungan seperti hutan hingga kerusakan lapisan ozon.
“Ketiga adalah kepunahan aneka ragam hayati baik flora dan fauna yang merupakan sumber pangan dan obat-obatan sekaligus rantai kehidupan. Barulah berikutnya yang keempat kita sebut sebagai pemanasan global dan perubahan iklim dengan dampaknya yang dahsyat termasuk berkembang biaknya penyakit lama maupun penyakit baru,” kata dia dalam keterangannya, Minggu (29/5).
Salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh para pelaku usaha, menurut Sonny, adalah dilakukannya konsep ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.
Baca Juga: Pemerintah Masih Menyesuaikan Ketentuan Implementasi Pajak Karbon
Kesadaran secara global ini juga berujung pada penerapan berbagai kebijakan yang memaksa dunia usaha untuk berubah ke arah penerapan bisnis hijau, lewat penerapan pajak karbon.
“Itulah yang menyebabkan kenapa sekarang banyak perusahaan tak hanya sekedar gagah-gagahan, tapi juga serius mengimplementasikan berbagai kebijakan dan mekanisme serta model produksi yang lebih hijau,” imbuhnya.
Melihat kepedulian didukung pengetahuan dan pengalaman mendalam terhadap lingkungan, Sonny didapuk menjadi Ketua Dewan Juri ajang Indonesia Green & Sustainable Companies Award (IGSCA) 2022 yang diselenggarakan majalah SWA dan SWAnetwork beberapa waktu lalu. Penghargaan ini mengapresiasi perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan bisnis secara berkelanjutan.
Saat ini ia menilai bahwa telah tumbuh kesadaran pada pelaku industri di Tanah Air untuk tidak semata memikirkan profit, tapi juga planet dan people. “Belum semua aspek bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkular dilakukan secara sempurna oleh produsen lokal. Tapi, memang ada komitmen dan upaya untuk melakukan proses-proses yang lebih hijau sifatnya,” paparnya.
Salah satunya ia menyebut inisiatif yang dilakukan oleh Danone Indonesia. Perusahaan ini menurut Sonny memiliki nilai kepedulian mengumpulkan kemasan plastik paska konsumsi untuk kemudian diolah kembali dijadikan bahan baku kemasan mereka, atau untuk produk berbeda yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Kemasan produk berbahan plastik itu bisa diproduksi ulang untuk kebutuhan yang lain, atau dikirim ke produsen pemilik merek untuk dipakai kembali sebagai bahan baku sehingga mengurangi pengerukan sumber daya alam,” urainya.
Sekadar informasi, dalam IGSCA 2022 ini, Danone Indonesia berhasil masuk ke dalam 10 besar perusahaan yang mengusung konsep green company dan diumumkan sebagai pemenang pada tanggal 12 Mei 2022.
Dipaparkan Vera Galuh Sugijanto VP General Secretary Danone Indonesia dalam kesempatan terpisah, Danone memiliki kepedulian yang tinggi serta komitmen dalam melaksanakan bisnis berkelanjutan yang bertanggung jawab. “Tidak hanya sekadar melaksanakan tanggung jawab sosial, namun lebih dari itu. Strategi bisnis perusahaan berlandaskan keberlanjutan dan selalu mengacu pada SDGs, sehingga selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan pemerintah,” kata Vera.
Dikatakan Vera, program keberlanjutan Danone Indonesia menyasar kesehatan manusia dan lingkungan. Terkait isu kesehatan, dalam payung program Bersama Cegah Stunting (BCS), Danone Indonesia menggerakkan program edukasi nutrisi dan hidrasi sehat melalui Warung Anak Sehat (WAS), Isi Piringku, Gerakan Ayo Minum Air (AMIR), Aksi Cegah Stunting (ACS), WASH serta program GESID untuk edukasi remaja.
“Danone Indonesia juga memelopori berbagai upaya perlindungan sumber daya air dalam bentuk kegiatan konservasi, di antaranya penanaman pohon, pembangunan sumur resapan, pembuatan rorak, biopori, water harvesting, serta pembangunan taman keanekaragaman hayati dan program pertanian ramah lingkungan dengan target mencapai water positive impact pada 2030,” ujar Vera.
Sebagai pioneer pengelolaan sampah kemasan plastik, Danone meluncurkan inisiatif #Bijakberpastik tahin 2018 demi mengumpulkan lebih banyak sampah kemasan plastik daripada yang digunakan pada 2025, mengedukasi 100 juta konsumen dan 5 juta anak sekolah, serta mengembangkan kemasan yang 100% dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang atau dapat dijadikan kompos dan memiliki kandungan daur ulang hingga 50% pada kemasannya di 2025.
Tak ketinggalan, Danone Indonesia juga menerapkan program kesejahteraan karyawan berupa Employee Assistance Program (EAP), penyediaan ruang laktasi di lokasi kerja bagi ibu menyusui, program keselamatan karyawan, program training karyawan dan mendorong kesetaraan gender di lingkungan kerja, program edukasi laktasi untuk ibu menyusui serta program 6 bulan maternity leave dan 10 hari paternity leave.
Karyawan adalah inti dari perusahaan Danone Indonesia dan ini diperkuat dengan hadirnya program One Person One Voice and One Share Program, dimana setiap karyawan berkontribusi pada strategi perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News