Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Permintaan domestik dan global menjadi tantangan perekonomian Indonesia saat ini. Hal tersebut yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di kisaran 5%.
Namun demikian, Wakil Ketua Kelompok Kerja (Pokja) III Satuan Tugas (Satgas) Percepatan dan Efektifitas Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Raden Pardede mengatakan, Indonesia masih berkesempatan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6%. Menurut Raden, hal tersebut bisa dicapai jika investasi dikuatkan.
Hitungan Raden, pertumbuhan ekonomi 6,8% bisa dicapai jika investasi tumbuh 8,8%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan tahun ini bisa dicapai jika investasi tumbuh 5,1%.
"Kalau bussiness as usual, (pertumbuhan ekonomi) hanya 4,8%," kata Raden dalam Seminar dan Diskusi dengan tema Perkembangan Indonesia Terkini, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (25/7).
Raden melanjutkan, untuk jangka panjang, reformasi struktural perlu dilakukan. Reformasi struktural tersebut bertujuan untuk meningkatkan modal sehingga mengundang investasi langsung masuk, meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki efisiensi dan meningkatkan daya saing, serta meningkatkan sumber daya manusia.
"Perubahan struktural inilah yang dirancang oleh pemerintah melalui paket kebijakan yang dampaknya tiga sampai lima tahun," tambah ekonom senior tersebut.
Sementara itu untuk jangka pendek, bisa dilakukan dengan meningkatkan daya beli masyarakat melalui perlindungan sosial, padat karya, dan bantuan masyarakat miskin. Selain itu, diperlukan adanya stimulus fiskal dan moneter hingga program quick win BUMN misalnya.
Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan melihat batasan defisit anggaran sebesar 3% yang diatur yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara sangat kaku. Menurutnya, saat ini penerimaan negara bermasalah. Padahal, belanja pemerintah diharapkan menjadi pendorong investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Anton memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini 5%, hanya sedikit lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 4,79%. Menurutnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut lantaran ekspor dan impor tidak bisa diharapkan. Sebab, kenaikan harga komoditas tidak banyak yang bisa dijadikan tumpuan. Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih stagnan, walaupun suku bunga BI sudah turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News