Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi yang berlangsung saat ini menjadi faktor pendorong ratio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebab, tahun lalu saat ekonomi minus 2,07% year on year (yoy). Dus ratio utang pemerintah tembus 38,68% terhadap PDB. Dalam setahun ratio utang bertambah 8,45%.
Adapun perkembangan hingga Januari 2021 ratio utang pemerintah sebesar 40,28% terhadap PDB, hanya selang sebulan bertambah 1,6%. Namun, Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky memproyeksikan ratio utang pemerintah pada 2021 tidak akan lebih dari 45% terhadap PDB. Atau paling banyak bertambah 6,55% dari posisi akhir tahun lalu.
Kata Riefky, meskipun awal tahun ini ekonomi lebih buruk secara tahunan, tapi sudah pulih dibandingkan kuartal IV-2020, terlebih kuartal II-2020. Hal ini sejalan dengan perbaikan indikator ekonomi, misalnya purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 50,9 pada Februari lalu. Bahkan sebesar 52,2 di bulan sebelumnya.
Hal tersebut mengindikasikan aktivitas produksi dan konsumsi yang mulai membaik. Artinya pemulihan ekonomi benar terjadi. Meski masih tipis, proyeksi Riefky di semester II-2021 ekonomi mulai melonjak karena program vaksinasi virus corona dan penanganan pandemi. Dus, konsumsi, investasi, dan ekspor akan tersokong.
Baca Juga: Tekanan utang semakin nyata, rasio utang terhadap PDB tembus 40,28%
Dari sisi utang, Riefky mengatakan peningkatan ratio utang pemerintah di awal tahun ini memang tumbuh signifikan dibanding tahun lalu, seiring dengan pembiayaan pandemi akibat belanja semakin tebal. Ia bilang, bukan berarti secara konstan, pertambahan ratio utang terus naik. Sebab, hal itu akan sejalan dengan recana penerbitan surat berharga negara (SBN) di tahun ini.
Kata Riefky, dalam beberapa bulan ke depan utang pemerintah pusat akan mengecil setidaknya pada April hingga Juni mendatang sesuai dengan kalender penerbitan SBN ritel. Sehingga, porsi pembiayaan utang tertekan.
“Karena dalam beberapa bulan mendatang setidaknya di semester I-2021 pemerintah sudah punya dana untuk pandemi ini. Namun, perlu dipastikan penerimaan negara harus meningkat,” kata Riefky. kepada Kontan.co.id, Minggu (7/2).
Selain dari penerimaan negara, dana pemerintah untuk penanggulangan dampak pandemi berasal pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan atau SILPA APBN 2021 sebesar Rp 120,2 triliun. Belum lagi SILPA APBN 2021 yang mecapai Rp 234,7 triliun.
Selain itu, adapula mekanisme realokasi belanja kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang juga menjadi kiat pemerintah mengumpulkan dengan fokus penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Sudah ada banyak stimulus yang dikeluarkan pemerintah, misalnya dari insentif PPnBM mobil diharapkan dampak ekonomi yang bergerak, Sehingga penerimaan negara masuk di pos-pos lain itu pun tapi harus dibarengi dengan keberhasilan program vaksinasi,” kata dia.
Selanjutnya: Dari 8 emiten yang akan rights issue, analis: Tiga saham ini yang menarik dieksekusi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News