Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bantuan pangan non tunai dengan skema voucher pangan yang akan diberikan pemerintah di tahun 2018 ke 10 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS). Dinilai harus dilakukan secara komprehensif.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( Indef) Bhima Yudistira menyatakan melonjaknya jumlah RTS penerima voucher pangan yang semula 1,43 juta RTS pada Febuari 2017, menjadi 10 juta RTS mesti dilakukan verifikasi data yang terintegrasi antar Kementerian/Lembaga terkait agar lebih tepat sasaran.
Pasalnya tahun depan, penyaluran voucher pangan akan diintegrasikan dalam satu kartu dengan rumah tangga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penerima subsidi konversi energi. "Yang paling penting menyelesaikan integerasi data," kata Bhima pada KONTAN, Selasa (1/8).
Terpisah ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan jika pemerintah mengklaim menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) maka mesti ada data pembanding untuk data tersebut.
Tak hanya itu, pemerintah juga harus memperbarui data secara berkala. Karena data penerima pasti berubah dalam beberapa waktu.
"Harus ada evaluasi dari input datanya, karena jika ada perkembangan terbaru ini mestinya bisa meningkatkan akurasinya,"kata Faisal.
Kedua ekonom ini sepakat tak hanya basis data RTS yang harus diperbaiki. Namun juga perbaikan dalam implementasi penyaluran voucher pangan.
Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah harus mempersiapkan infrastruktur penyaluran sehingga tidak menimbulkan biaya tidak langsung yang terbeban RTS karena jauhnya e-warung sebagai tempat penukaran voucher pangan.
"Kalau mereka ke E-warung yang letaknya jauh maka orang miskin harus mengeluarkan biaya perjalanan. E-warung harus dekat kantong kemiskinan," jelasnya.
Nah, Faisal punya pendapat lain. Menurut Faisal, berkaca pada voucher pangan yang sudah keluar, pemerintah harus menjaga agar tidak terjadi keterlambatan dalam penyaluran.
Angka kemiskinan pada Maret 2017 sempat terjadi kenaikan angka kemiskinan karena keterlambatan bantuan rastra.
"Ini artinya masyarakat miskin sangat bergantung pada bantuan dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Faisal.
Atur HET raskin
Penggunaan voucher pangan diatur hanya untuk pembelian beras, telur, minyak goreng dan gula pasir. Pemerintah memang sudah mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir dan minyak goreng. Tapi untuk beras pemerintah tak jadi mengatur HET.
Melihat hal ini, Bhima Yudhistira bilang untuk harga beras penerima voucher pangan sebaiknya jangan dipukul rata. Pasalnya jika harga beras melambung tinggi, voucher pangan ini tak akan bisa banyak membantu.
Pemerintah bisa saja memberikan kebijakan HET untuk beras yang diperuntukkan bagi RTS pemegang voucher pangan. Pemerintah juga harus memperhatikan serapan gabah di Bulog.
"Jadi jangan sampai sudah diberi uangnya tapi ternyata pasokan dari Bulog-nya terhambat. Sama saja bantuannya tidak tersalurkan," jelas Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News