Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) pada bulan April sebesar US$ 276,59 miliar atau tumbuh 7,6% dibanding posisi bulan sebelumnya. Utang sektor swasta meskipun menurun dibanding bulan sebelumnya namun secara pertumbuhan tetap melonjak naik.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual berpendapat, instrumen hedging BI sebagai salah satu upaya meredam gejolak nilai tukar perlu pendalaman. Saat ini, kebanyakan hedging yang ada di pasar hanya bertenor tiga bulan.
Perlu tenor yang lebih panjang, lebih dari satu tahun. Dia menyontohkan, tenor pendek seperti tiga bulan, ketika hedging jatuh tempo dan mau diperpanjang, biayanya menjadi lebih mahal. Apalagi dengan kondisi rupiah yang sedang bergejolak seperti sekarang.
"Hanya tiga bulan cukup riskan. Perlu lebih dari setahun untuk investor maupun pelaku perdagangan internasional," tandas David. Inilah yang kemudian perlu diupayakan BI sebagai otoritas moneter penentu kebijakan.
Di sisi lain, dari sisi pembiayaan, berutang dari perbankan luar negeri cukup menarik karena bunga relatif rendah dan likuiditas berlimpah. Sedangkan di dalam negeri terdapat keterbatasan pembiayaan domestik.
Sebagai informasi, ULN swasta tercatat US$ 145,63 miliar atau turun tipis 0,2% dibanding Maret sebelumnya yang sebesar US$ 145,98 miliar. Meskipun secara month on month (mom) alias bulan ke bulan utang sektor swasta menurun, namun secara pertumbuhan utang swasta tetap melesat.
Utang swasta tumbuh 13,0% secara year on year (yoy) atawa tahunan pada bulan April. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Maret sebelumnya yang sebesar 12,2% secara tahunan.
Adapun rasio utang terhadap PDB pada triwulan I mencapai 32,35% atau naik dibanding rasio utang triwulan terakhir 2013 yang sebesar 30,37%. Rasio utang terhadap eskpor pun naik dari sebelumnya 122,5% pada akhir tahun 2013 menjadi 128,41% pada triwulan I 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News