Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bertekad untuk tak lagi membebani Indonesia dengan utang luar negeri. Alasannya, agar utang luar negeri tak lagi memperburuk kondisi perekonomian dan nilai tukar rupiah. Sebagai ganti sumber pendanaan, pasangan ini ingin fokus pada penerbitan surat berharga dalam negeri.
Benar saja, nilai tukar rupiah pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) 10 Juni 2014 Rp 11.806 per dollar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah kembali dalam tren pelemahan sejak akhir Mei, yang bergerak di atas Rp 11.600.
Hasil analisa BI dan para ekonom menyatakan, pelemahan rupiah merupakan hal yang wajar di pertengahan tahun. Soalnya, pada periode ini permintaan dollar AS di pasar naik akibat kebutuhan untuk pembayaran utang jatuh tempo, maupun bunga pinjaman.
Dari tahun ke tahun, kebutuhan pembayaran utang jatuh tempo selalu meningkat. Wajar saja, nilai utang luar negeri Indonesia memang semakin besar setiap tahun. BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia pada Maret 2014 mencapai US$ 276,50 miliar, naik 8,7% dibandingkan setahun sebelumnya.
Sebagian besar utang tersebut berasal dari korporasi di dalam negeri. Namun, utang pemerintah juga lumayan, mencapai US$ 122,40 miliar, tumbuh 7,09%.
Tim sukses Prabowo-Hatta, Drajad H. Wibowo, bilang, utang luar negeri lebih banyak menimbulkan efek negatifnya dibandingkan manfaat positif. Selain bisa mempengaruhi nilai tukar, utang luar negeri juga penuh dengan syarat-syarat politik yang cenderung merugikan. "Dari pada terjebak dengan persyaratan politik, Prabowo-Hatta berkomitmen tak ingin mengambil utang luar negeri lagi," kata Drajad, Senin (9/6).
Bagi pasangan capres dan cawapres nomor satu, saat ini sudah bukan jamannya lagi Indonesia mengambil utang luar negeri. "Utang kita masih banyak dan masih jauh untuk bisa nol, makanya tak perlu menarik utang luar negeri lagi," kata Drajad.
Sebagai ganti sumber pendanaan di APBN, pasangan ini tetap mencari utangan tapi hanya di dalam negeri. Mereka akan memanfaatkan instrumen SBN untuk menghimpun dana masyarakat. "Memang biayanya akan lebih mahal, tapi lebih bermartabat dibandingkan utang ke luar negeri," tandas Drajad.
Tim sukses Prabowo – Hatta, Harry Azhar Azis, menambahkan, penerbitan SBN bakal lebih ketat. Utang hanya tertuju untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. "Kalau sekarang kan semua sektor berhutang, ya untuk kesejahteraan rakyat, reformasi birokrasi dan sebagainya," kata Harry.
Dengan pengutamaan utang untuk infrastruktur, pemerintah tak akan rugi. Karena hasil utang bisa mendongkrak perekonomian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News