Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Para ahli ekonomi menilai keinginan pasangan Prabowo-Hatta meniadakan utang luar negeri bakal berimplikasi buruk di dalam negeri. Namun, para ekonom tetap pesimistis rencana itu bisa terlaksana jika mereka memimpin 2014-2019.
Lana Soelistianingsih, Ekonom Universitas Indonesia (UI), menjelaskan, penghentian utang luar negeri akan mendorong pemerintah mencari pendanaan di dalam negeri. Walhasil, surat berharga negara (SBN) dan portofolio lainnya bakal semakin membanjiri pasar keuangan domestik. "Pemerintah juga harus memperbesar kupon SBN agar investor mau membelinya," kata Lana, Senin (9/6)
Dengan keterbatasan keuangan di pasar domestik, banjirnya SBN akan menyebabkan sektor korporasi kesulitan mencari pendanaan melalui obligasi. Kalaupun terpaksa, korporasi harus memasang suku bunga yang lebih tinggi lagi. "Akan timbul persaingan suku bunga obligasi dan bunga kredit perbankan," tandas Lana.
Selain itu, ada risiko nilai tukar. Ingat, meskipun utang luar negeri dihentikan, pemerintah masih punya kewajiban pelunasan hingga beberapa puluh tahun mendatang. Pembayaran utang masih harus menggunakan dollar AS, sehingga tanpa pasokan dari global bond ataupun pinjaman bilateral, permintaan mata uang dari negeri paman sam akan tinggi.
Ekonom Center on Reform of Economics, Hendri Saparini, juga meragukan skema ini bisa berjalan. Alasannya, investor dalam negeri belum terbiasa dengan investasi yang berisiko. Masyarakat lebih memilih investasi yang aman, seperti tabungan, emas, hingga properti.
Untuk menggenjot minat masyarakat berinvestasi di obligasi, butuh waktu panjang. Pemerintah dan pihak swasta harus gencar mempublikasikan secara langsung tentang sisi positif dan negatif obligasi. Publikasi harus berupa kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News