Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani melihat, penyelamatan bank sakit oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus permanen.
Nah, upaya penyelamatan bank sakit ini perlu diatur dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang diajukan oleh pemerintah ini.
“Selama ini sudah ada Peraturan Pemerintah (PP), tapi PP lebih rendah dari UU, sehingga fungsi penempatan dana LPS pada bank yang butuh likuiditas atas rekomendasi OJK belum dijalankan,” ujar Aviliani, Selasa (30/3) via video conference.
Seperti yang kita ketahui, kewenangan penyelamatan bank sakit oleh LPS bersifat temporer atau hanya pada saat pandemi Covid-19 ini. Ini pun diatur dalam PP No. 33 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan LPS dalam Rangka Melaksanakan Langkah-Langkah Penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan.
Baca Juga: Berikut deretan kebijakan OJK, BI dan Kemenkeu untuk mendorong pertumbuhan kredit
Sehingga selama ini, LPS baru hadir ketika bank sudah dilikuidasi. Padahal, kehadiran LPS setelah proses ini justru memakan biaya lebih daripada saat LPS memutuskan untuk menangani saat bank masih sakit.
Namun, Aviliani juga mengingatkan, dalam hal ini para anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), OJK, dan LPS harus memiliki data bank yang sama, sehingga harus ada perbaikan sistem informasi dan data di anggota.
Hal ini untuk memudahkan dalam mengidentifikasi mana bank sakit yang perlu diselamatkan segera. Sehingga kalau terjadi krisis lain ke depan, penanganan bisa dilakukan dengan segera.
Selanjutnya: OJK berupaya jaga sektor jasa keuangan tetap stabil, ini yang telah dilakukan di 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News