Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pesta demokrasi lima tahun sekali yang sedang dirayakan pemerintah Indonesia memberikan tekanan terhadap mata uang Garuda.
Bank Indonesia (BI) menilai, pelemahan rupiah yang terjadi sekarang ini adalah wajar karena faktor pemilihan umum (pemilu).
Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini (25/4) tercatat berada pada level Rp 11.601 per dollar AS. Pada hari sebelumnya pun (24/4) rupiah bertengger pada level Rp 11.608 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, mendekati pemilu rupiah mengalami pelemahan. Pasar akan menunggu pengumuman koalisi pemilihan presiden (pilres) yang akan diusung masing-masing partai.
Pilpres yang berlangsung pada bulan Juli kelak akan menjadi penantian pasar. Sehingga tidak heran apabila rupiah mengalami pelemahan. "(Rupiah) biasa saja. Masih dalam batas yang normal," ujar Mirza, Jumat (25/4).
Nanti setelah hasil pilpres keluar maka ada probabilitas bagi rupiah. Sayangnya, dirinya enggan menyebutkan kemungkinan rupiah menguat atau tidak setelah pemilu. Tentunya hal tersebut sangat bergantung dari hasil koalisi ataupun pilpres.
Ekonom Senior Standard Chartered Fauzi Ichsan memprediksi, rupiah hingga akhir Juni berada pada posisi Rp 11.700 per dollar AS. Pelemahan rupiah ini memang dipicu ketidakstabilan politik dalam negeri akibat pemilu serta defisit transaksi berjalan yang bakal melebar karena ada repatriasi.
Ketika hasil pemilu sudah keluar dan terjadi kestabilan dengan arah kebijakan ekonomi maka rupiah berpotensi menguat. "Rupiah bisa menguat ke level Rp 10.900," tutur Fauzi.
Neraca transaksi berjalan diprediksi akan menuju pada level defisit yang lebih sehat yaitu sebesar US$ 24,9 miliar. Asal tahu, defisit transaksi berjalan pada 2013 sebesar US$ 28,4 miliar.
Di sisi lain, Ekonom Bank Rakyat Indonesia (BRI) Aviliani menegaskan, pemerintah dan BI harus membuat kewenangan di mana dapat mendeteksi dan mengatur keluar masuk uang.
Misalnya, kalau kebutuhan dolar di atas sekian bank harus melapor kepada BI sehingga BI pun dapat menyediakan kebutuhan dolar.
Kalau tidak seperti itu maka ada potensi rupiah kembali ke level Rp 12.000. Sebab, kebutuhan dollar tinggi antara Juni hingga September karena repatriasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News