Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengamat ekonomi memproyeksikan, suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI 7-day reverse repo rate akan tetap pada level 4,25%.
Pengamat Ekonomi Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, Deposit Frequency Ratio (DFR) dan Loan to Funding Ratio (LFR) juga tetap masing-masing di level 3,50% dan 5,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.
Menurut Josua, stance kebijakan moneter yang netral pada RDG bulan ini masih konsisten dengan ekspektasi inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah demi menjaga stabilitas makroekonomi.
“Inflasi diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Mei dan Juni seiring peningkatan permintaan pada bulan Ramadan dan Idul Fitri,” Ujarnya saat di hubungi Kontan.co.id, Rabu (18/4).
Sementara itu, volatilitas nilai tukar rupiah sepanjang bulan April ini juga menunjukkan tren yang menurun. Di mana sebelumnya pada bulan Februari dan awal Maret volatilitas yang cenderung meningkat seiring sentimen eksternal dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat (The Fed) dan isu perang dagang.
Selain mempertimbangkan stabilitas harga dan nilai tukar, lanjutnya, suku bunga acuan BI di level saat ini masih konsisten dalam menjaga Current Account Deficit (CAD) di level yang sehat.
Mengingat CAD pada kuartal I-2018 diperkirakan melebar di kisaran defisit 2,2%-2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) dibandingkan CAD pada kuartal IV-2017 yang tercatat defisit 2,2% terhadap PDB.
“Ekspektasi suku bunga acuan yang dipertahankan pada bulan ini diharapkan tetap mendukung momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun ini,” jelasnya.
Di hubungi secara terpisah, Pengamat Ekonomi Asian Develompment Bank (ADB) Eric Sugandi juga memprediksikan, hingga akhir tahun suku bunga acuan BI akan bertengger di angka 4,25%.
Menurutnya, penurunan lebih lanjut tidak akan terjadi lantaran tekanan inflasi mulai terasa dan rupiah masih bisa tertekan faktor eksternal. Namun ada upside risk atau kemungkinan naik bila tekanan terhadap rupiah makin besar dan persisten
“Ke depan, yang mesti diperhatikan BI adalah risiko pelemahan rupiah karena faktor eksternal dan naiknya inflasi karena kenaikan harga komoditas dan pelemahan rupiah,” kata Eric.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News