Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual setuju apabila pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi diturunkan sampai nol persen.
“Nol persen itu ideal, karena kita lagi butuh," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/9).
Pengurangan Pph bunga obligasi yang dilakukan pemerintah membuat para investor mendapatkan imbal hasil yang lebih besar.
Kondisi ini tentunya dapat menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan untuk menutup transaksi berjalan melalui aliran modal portofolio.
"Gak masalah, supaya lebih menarik investor. Apalagi kita perlu menutup transaksi erjalan dengan aliran modal portofolio termasuk dari obligasi," jelas David.
Apalagi menurut David, PPh bunga obligasi yang diberlakukan saat ini relatif tinggi. PPh bunga obligasi yang diatur dalam PP No. 100/2013 menunjukkan besaran 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan badan usaha tetap (BUT) dan 20% untuk wajib pajak luar negeri selain BUT.
Hanya saja terkait kebijakan ini David berharap pemerintah bisa menerapkan 'floating tax'. Pemerintah diharapkan pintar menurunkan dan menaikkan PPh bunga obligasi sesuai siklus ekonomi.
Asal tahu, pemerintah tengah merumuskan kebijakan baru untuk pajak penghasilan (PPh) final dari bunga obligasi pemerintah dan swasta. Rencananya PPh final atas bunga obligasi akan dipotong.
Sebelumnya pada 2016, Kemkeu mengkaji PPh atas bunga obligasi pemerintah menjadi nol persen dengan rencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP). Namun, ide ini menghilang begitu saja seiring pertimbangan pemerintah atas dampak dari rencana tersebut.
Saat ini, aturan atas PPh bunga obligasi diatur dalam PP No. 100/2013. Dalam aturan tersebut, bunga obligasi bisa dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Besarannya 15% bagi WP dalam negeri dan BUT. Sementara, untuk WP luar negeri selain BUT sebesar 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News