Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir Oktober 2016 sebesar US$ 115 miliar. Posisi tersebut turun tipis dibandingkan dengan posisi akhir September 2016 yang sebesar US$ 115,7 miliar.
Meski demikian, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, penurunan cadev tersebut bukan karena intervensi kurs rupiah lantaran rupiah di bulan Oktober cenderung stabil. "Rupiah tidak ada keperluan intervensi karena rupiah relatif stabil, kecenderungan sekitar Rp 13.000 terus," kata David.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rare (JISDOR), rupiah selama Oktober 2016 bergerak di level Rp 12.900-Rp 13.050 per dollar Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, penurunan cadev memang dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah. Sebab biasanya di bulan Oktober banyak pelunasan utang. Di sisi lain, penurunan cadev tersebut lantaran dana repatriasi dari program amnesti pajak pemerintah belum seluruhnya masuk.
David melihat, pada November dan Desember tahun ini rupiah akan terpengaruh oleh pemilihan presiden AS. "Khawatirnya pemenangnya di luar dugaan sehingga bisa menimbulkan gejolak. Seperti Brexit yang tiba-tiba terjadi. Mungkin akan shock selama seminggu," kata David.
Sementara itu, ia juga melihat tak ada dampak kurs rupiah dari kenaikan suku bunga Bank Sentral AS di akhir tahun. Lantaran pasar sudah memperhitungkan hal tersebut.
Namun demikian, David meramal rupiah di akhir tahun akan stabil dan berada di level Rp 12.900-Rp 13.300 per dollar AS. Sementara posisi cadev akhir tahun di ramal cenderung naik bisa melebihi US$ 120 miliar yang didorong oleh masuknya dana repatriasi amnesti pajak dan kenaikan penerimaan migas seiring dengan kenaikan harga komoditas dan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News