Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melemahnya nilai tukar rupiah di Indonesia, diyakini merupakan salah satu faktor penyumbang inflasi, hanya saja andilnya tidak besar. Namun, pelemahan nilai rupiah ini diprediksi hingga akhir tahun 2018.
Menurut Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal, pemerintah perlu mewaspadai pergerakan rupiah yang dapat berakibat fatal jika nilainya bergerak cepat dengan nilai yang signifikan.
“Sampai akhir tahun ini yang perlu diwaspadai adalah mencegah dari sisi pergerakan rupiah supaya pelemahannya ini tidak liar, artinya tidak terjadi dalam nilai besar dan waktu yang singkat,” kata Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (3/9).
Menurut Faisal, jika pelemahan rupiah ini mulai lepas kendali dan berada pada range yang tidak aman maka ini akan berpotensi menimbulkan kepanikan yang kemudian akan sulit di control.
“Agar tidak timbul kepanikan, karena kalau timbul kepanikan di pasar itu untuk mengontrolnya itu sangat susah, artinya membutuhkan effort yang cukup besar walaupun ada cadangan devisa yang bisa dipakai tapi itu akan cepat tergerus. Itu yang perlu di waspadai,” ujarnya.
Hal ini perlu menjadi catatan bagi pemerintah untuk menjaga nilai tukar agar tetap berada pada koridornya.
“Yang jelas pemerintah dan otoritas moneter secara keseluruhan. Karena ini domainnya dua pihak. Jadi bukan hanya kementerian keuangan, namun sektor riil juga,” ujarnya.
Chief Economist Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menyebut, pergerakan minyak mentah, rupiah dan harga pangan juga perlu diwaspadai pergerakannya. Hal ini karena sudah melewati faktor musiman dan berpeluang melonjak di akhir tahun.
“Waspadai terutama pada harga minyak mentah dan juga rupiah terutama. Karena sudah lewat faktor musiman biasanya itu ada di bulan Oktober atau November. Rasanya pemerintah perlu menjaga suplai bahan makanan supaya tidak menimbulkan potensi inflasi. Kalau enggak ada supply kan harga bisa dinaikin oleh pedagang,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News