kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Ekonom: Lebih baik kuota BBM subsidi tetap dikunci


Rabu, 24 September 2014 / 10:47 WIB
Ekonom: Lebih baik kuota BBM subsidi tetap dikunci
ILUSTRASI. Jadwal Imsakiyah Kendari Selama Ramadhan 2023, Daftar Lengkapnya di Sini. ANTARA FOTO/Jojon/hp.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Rencana Menteri Keuangan Chatib Basri untuk membuka kunci kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada tahun depan, dinilai memiliki efek negatif. 

Kepala Ekonom BII Juniman berpendapat, kebijakan mengunci volume BBM mempunyai efek positif dan negatif. Negatifnya, kalau tidak terkunci akan terjadi kebocoran. BPH Migas pun sulit disiplin untuk menjaga volume sesuai target, apalagi konsumsi masyarakat terus ada dan cenderung meningkat.

Positifnya, anggaran negara menjadi pasti karena volume tidak akan melewati pagu. Dengan begitu menurut Juniman, sebaiknya volume dikunci saja. Hanya saja dalam hal ini pemerintah harus melakukan upaya pengendalian.

Pertama, menaikkan harga BBM. Kedua, lakukan konversi energi. Kenaikannya pun harus signifikan dan jangan bertahap. Dirinya mengakui, kenaikan Rp 3.000 ke atas per liter cukup mengurangi kuota BBM.

Kalau upaya pengendalian tersebut tidak dilakukan, maka target volume 46 juta kiloliter yang notabene sama dengan tahun ini akan sulit terjadi. "Supaya kuota 46 juta kiloliter jadi rasional, pemerintah harus buat kebijakan. Kalau diam saja, volume 46 juta kiloliter tidak akan rasional," tandas Juniman, Selasa (23/9).

Sebab menurutnya setiap pertumbuhan ekonomi membutuhkan BBM yang cukup banyak. Apalagi tahun depan pertumbuhan ekonomi disepakati sebesar 5,8%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×