kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Ekonom: Kenaikan BBM bisa kurangi risiko fiskal


Kamis, 25 September 2014 / 13:50 WIB
Ekonom: Kenaikan BBM bisa kurangi risiko fiskal
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri tengah menyiapkan aturan turunan terkait kewajiban spin off perusahaan asuransi. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sebagai negara terbuka, Indonesia tidak bisa menahan keluar dan masuknya dana asing dari pasar modal dan pasar keuangan Indonesia. Maka tidak ada cara jitu menahan keluarnya dana asing selain dengan kebijakan yang efektif. Pemerintah dalam waktu dekat harus bisa membuka ruang fiskal dan mengurangi risiko fiskal.

Hal itu dikatakan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual kepada KONTAN, Rabu (24/9). Ia bilang salah satu kebijakan yang mendesak dilakukan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dengan kenaikan harga BBM, maka diharapkan kondisi fiskal dan fundamental ekonomi Indonesia membaik. "Investor asing pun akan tertarik tetap menahan dananya di pasar modal dan pasar keuangan.

Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah juga turut memperbaiki transaksi berjalan dan mengurangi risiko fiskal," terang David.

Selain itu, lanjut David, perlu juga ada kebijakan utang luar negeri. Bagaimana supaya rasio utang luar negeri berada dalam rasio tertentu. Soalnya, utang luar negeri kita masih tinggi dan kondisi ini harus dipantau pemerintah agar tetap dalam batas yang normal. Pemerintah juga perlu memperbanyak variasi instrumen pasar finansial. Misalnya dengan menerbitkan obligasi daerah dan obligasi korporasi. Sehingga, investor memiliki beragam pilihan untuk menempatkan dana mereka.

David mendesak perlu juga dipercepat pembuatan Undang-Undang Protokol Pengambilan Kebijakan. Sampai saat ini, pemerintah belum mempunyai standar baku dalam mengambil kebijakan bila terjadi krisis. UU ini merupakan jaring pengaman sistem keuangan atau JPSK bila ada gejolak di pasar keuangan. Meskipun UU JPSK ini bersifat jangka panjang, namun tetap dibutuhkan agar tidak terjadi lagi seperti pada kasus tahun 2009, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan menyelamatkan Bank Century yang sampai sekarang menjadi polemik.

Untuk tercapainya hal itu, perlu ada koordinasi yang intensif antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka juga bisa belajar saat mengatasi krisis tahun 2008 dan 2013 lalu. Kebaikan cadangan devisa bisa menjadi salah satu kebijakan yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×