Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelojak nilai tukar rupiah masih akan menjadi fokus Bank Indonesia (BI) dalam jangka pendek. Cadangan devisa (cadev) Indonesia memang terus tergerus, tetapi Bank Indonesia (BI) masih punya garis pertahanan kedua (second line of defense) yang juga merupakan Jaringan Pengaman Keuangan Internasional (JPKI) yang secara konservatif, nilainya mencapai US$ 112 miliar.
Meski demikian, ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, second line of defense tersebut sebaiknya jangan digunakan. Bantalan tersebut lanjut dia, bisa digunakan dalam keadaan sangat darurat.
"Kalau sampai digunakan, sama saja BI sudah bendera putih. Harusnya itu jangan dipakai," kata Lana kepada Kontan.co.id, Kamis (9/8).
Menurut Lana, besaran second line of defense boleh saja disampaikan bank sentral. Hal itu untuk meyakinkan pelaku pasar bahwa Indonesia masih memiliki amunisi untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Namun menurut Lana, kondisi cadev yang terus menurun tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan. Sebab, penurunan cadev memang digunakan dalam rangka menjaga stabilitas kurs. "Jika second line of defense digunakan justru sama saja dengan saat kita meneken utang dari IMF tahun 1998," tambah dia.
Menurut Lana, Indonesia pernah memiliki cadev di bawah US$ 120 miliar, tetapi juga pernah memiliki cadev di atas US$ 130 miliar. Namun, tak ada batasan cadev yang bisa mempengaruhi psikologis pasar.
"Amannya berapa bagi psikologis pasar, tidak ada yang tepat. Kita pernah waktu rupiah masih di level Rp 10.000 per dollar AS, tetapi cadev tidak sampai segitu, tidak apa-apa," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News