Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai kenaikan kewajiban Posisi Investasi Internasional (PII) pada akhir kuartal II-2025 masih terjaga karena didorong oleh Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung asing.
Bank Indonesia (BI) mencatat PII Indonesia pada kuartal II 2025 menunjukkan kewajiban neto sebesar US$ 244,3 miliar, naik dari US$ 226,3 miliar pada kuartal I 2025.
Kenaikan kewajiban neto ini terjadi karena posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) meningkat lebih tinggi dibandingkan Aset Finansial Luar Negeri (AFLN). Posisi AFLN tercatat sebesar US$ 536,8 miliar pada akhir kuartal II, naik 0,7% (qtq) dari US$ 533,3 miliar. Peningkatan ini dipengaruhi oleh naiknya investasi penduduk pada berbagai instrumen finansial luar negeri.
Baca Juga: Kewajiban Neto PII Indonesia Naik, Ekonom Ingatkan Risiko Ketergantungan Modal Asing
Sementara itu, posisi KFLN pada akhir kuartal II 2025 mencapai US$ 781,1 miliar, naik 2,8% (qtq) dari US$ 759,6 miliar pada kuartal sebelumnya. Kenaikan ini terutama berasal dari derasnya arus masuk modal asing pada investasi langsung dan investasi lainnya.
"Dari sisi fundamental, kenaikan kewajiban neto ini dinilai memperkuat posisi pasar keuangan Indonesia dengan pasar keuangan global. Hal tersebut memberikan sentimen positif karena menunjukkan daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi," ujar Banjaran kepada Kontan, Selasa (9/9/2025).
Namun, Banjaran mengingatkan agar pemerintah mewaspadai perkembangan utang luar negeri swasta yang rentan terhadap volatilitas nilai tukar dan pergerakan arus modal asing di tengah ketidakpastian global.
Menurutnya, kerentanan terutama datang dari arah kebijakan suku bunga The Fed, pergerakan dolar AS, serta sentimen domestik yang dapat memicu arus keluar jangka pendek.
Baca Juga: BI: PII Indonesia Kuartal II-2025 Catat Kewajiban Neto Naik Jadi US$ 244,3 Miliar
Ke depan, ia menekankan pentingnya memperkuat keyakinan investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Pemerintah juga perlu memastikan arus modal yang masuk berkualitas, terutama investasi langsung yang menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan penerimaan devisa.
"Koordinasi kebijakan moneter-fiskal tetap penting untuk menjaga stabilitas rupiah dan cadangan devisa. Sementara itu, penguatan basis ekspor dan hilirisasi komoditas akan menjadi kunci untuk menyeimbangkan posisi eksternal Indonesia dalam jangka menengah," pungkasnya.
Selanjutnya: Saham Rokok Anjlok! WIIM Catat Penurunan Terdalam Selasa (9/9/2025)
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (10/9) Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News