Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, dampak penurunan harga minyak mentah dunia saat ini memperbesar potensi surplus neraca dagang.
Akan tetapi, surplusnya neraca dagang ini tidak mencerminkan kinerja ekspor yang meningkat dan tidak menjadi indikator yang bagus untuk pemulihan.
Baca Juga: Ini sentimen yang membuat rupiah kembali menguat ke Rp 15.415 per dolar AS
"Jadi hanya kebetulan impornya mengalami penurunan karena penurunan harga minyak ini. Tetapi sebenarnya dari sisi ekspor-pun juga mengalami penurunan," jelas Bhima.
Dari sisi ekspor, Bhima melihat adanya potensi penurunan nilai ekspor terutama dari komoditas batubara dan minyak kelapa sawit di sepanjang tahun ini, sebagai imbas dari penurunan harga minyak.
Lebih lanjut, ia juga memprediksi penurunan ini bisa masih terus bertahan bila Covid-19 juga masih mewabah di dunia. Pasalnya, sebagian besar industri yang membutuhkan energi, khususnya minyak, seperti industri manufaktur dan transportasi masih tidak bergerak secara optimal.
"Sehingga ada kelebihan pasokan. Dinamika supply dan permintaan yang seperti masih akan terjadi seiring dengan adanya Covid-19," tandasnya.
Baca Juga: Pemerintah timbang usulan Kadin untuk menambah anggaran penanganan corona
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menilai penurunan harga minyak dunia akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. "Dampaknya positif baik dari sisi ekonomi maupun ekonomi moneter," terang Perry pada Rabu (22/4) lewat video conference.
Dari sisi moneter, Indonesia merupakan net importer minyak. Dengan penurunan harga minyak tersebut, pengimpor minyak bisa mendapatkan harga yang murah dan ini tentu akan mengurangi defisit dari neraca dagang minyak.
Baca Juga: Begini komentar BI soal dampak penurunan harga minyak dunia pada ekonomi Indonesia
Sejalan dengan ini, bank sentral juga yakin bahwa ini mampu membawa angin segar bagi prospek surplus neraca dagang maupun defisit transaksi berjalan atau current accound deficit (CAD).
Akan tetapi, Perry juga tak menampik bahwa ini akan menggerus penerimaan negara. Terutama, dari penerimaan perpajakan. Tapi di sisi baiknya, ia memandang kebutuhan untuk pengeluaran anggaran yang berkaitan dengan subsidi minyak akan turun.
"Nanti kita lihat. Tentu saja Bu Menteri Keuangan yang lebih punya otoritas untuk membicarakan kondisi fiskal. Namun, secara keseluruhan kami melihat bahwa penurunan harga minyak terhadap ekonomi kita dan neraca pembayaran lebih positif," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News