Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga tinggi di level 6%, tapi ingin mendorong pertumbuhan konsumsi lewat kebijakan pelonggaran likuiditas dinilai tak efektif mengungkit konsumsi masyarakat tahun ini. Justru kebijakan fiskal berupa bantuan sosial, kenaikan gaji dan tunjangan hari raya lebih efektif mendorong konsumsi.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, kebijakan yang ditempuh BI ini hanya sebagai upaya mengurangi kontraksi saja. "Belum sepenuhnya melakukan pelonggaran ke likuiditas sehingga dampaknya ke permintaan domestik belum banyak digerakkan oleh kebijakan moneter," ujar Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (26/4).
Piter menjelaskan, permintaan domestik lebih banyak didorong kebijakan fiskal seperti kenaikan bantuan sosial, kenaikan gaji ASN dan tunjangan hari raya (THR). Untuk itu, pertumbuhan konsumsi pada triwulan II-2019 diperkirakan mencapai 5,2%-5,4%.
"Tapi dominasinya lebih karena Ramadan, Lebaran, kenaikan gaji dan THR di saat BI melonggarkan likuiditas," jelas dia.
Karena dampak kebijakan moneter belum cukup besar, maka Piter memprediksi pertumbuhan konsumsi untuk keseluruhan tahun 2019 masih di kisaran 5,2%-5,3%.
Adapun, kebijakan moneter BI terutama untuk operasi moneter dinilai belum merata. Sebab melalui repo Surat Berharga Negara (SBN), hanya bank besar terutama bank buku IV saja yang memanfaatkannya.
"Sedangkan bank kecil yang tidak memiliki SBN dan mengalami pengetatan likuiditas," imbuh dia.
Di sisi lain, Piter mengapresiasi upaya pengendalian nilai tukar rupiah agar stabil melalui pelonggaran kebijakan DNDF, serta upaya memperbaiki kelancaran sistem pembayaran melalui perluasan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News