Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada tahun 2022 akan sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi.
Direktur CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, risiko ini terutama akan dirasakan oleh masyarakat baik kelas menengah maupun kelas bawah.
“Jika ada kenaikan PPN, maka akan ada kenaikan harga dan ini memicu inflasi. Sementara, belum tentu daya beli masyarakat akan langsung pulih di 2022,” jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10).
Dengan adanya peningkatan PPN tersebut, maka masyarakat hanya akan memiliki dua opsi, yaitu mengurangi belanja dan banyak berhemat atau mencoba mencari alternatif barang yang lebih murah.
Baca Juga: Sektor retail membaik, simak rekomendasi untuk saham-saham ini
Bhima pun berharap, pemerintah mempertimbangkan lagi kebijakan peningkatan tarif PPN ini. Apalagi, pada tahun 2025, pemerintah berencana kembali meningkatkan tarif PPN menjadi 12%.
“Dengan demikian, sebaiknya dicabut saja kenaikan tarif PPN sebelum Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan oleh DPR,” tambah Bhima.
Apalagi, Bhima melihat di banyak negara selama pandemi dan masa pemulihan, malah melakukan penurunan tarif PPN sebagai stimulus terhadap perekonomian.
“Untuk kejar rasio pajak, masih banyak cara lain yang lebih adil dan tidak kontra terhadap upaya pemulihan daya beli kelas menengah dan bawah,” tandasnya.
Selanjutnya: Bersiap! Selain jadi kartu identitas, KTP bakal difungsikan jadi NPWP pajak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News