Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG BI) terkait kebijakan suku bunga acuan atau BI 7 day reverse repo rate akan diumumkan hari ini, Rabu (15/8). Sejumlah spekulasi muncul terkait arah bunga acuan yang diambil terutama untuk memberikan stimulus bagi rupiah yang telah tertekan.
Kepala Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) Febrio Kacaribu menilai, kondisi eksternal yang cenderung kurang kondusif akhir-akhir ini membuat BI perlu lebih waspada terhadap potensi aksi jual lebih lanjut terhadap rupiah.
“Apabila beberapa negara berkembang lainnya turut memburuk setelah Turki, pelemahan tersebut dapat menimbulkan tekanan lebih lanjut ke seluruh negara berkembang seperti di tahun 1997,” kata Febrio dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/8).
Rupiah belakangan kembali terdepresiasi ke kisaran Rp 14.600, terendah sejak tahun 2015. Apabila sebelumnya rupiah melemah ke level 14.400 per dollar AS, akibat perang dagang serta kenaikan suku bunga the Fed, Turki mendorong pelemahan rupiah lebih lanjut pada Senin kemarin.
“Kondisi ekonomi Turki yang relatif rapuh, defisit transaksi berjalan yang tinggi, kondisi politik yang melemahkan kepercayaan investor, serta sanksi AS mendorong aksi jual besar-besaran di Turki, di mana Lira Turki melemah dari 4.99 per dollar AS menjadi 6.90 per dollar AS dalam kurang dari dua minggu. Aksi jual ini menyebarkan sentimen negatif ke negara-negara berkembang lainnya, terutama yang memiliki profil ekonomi yang sama dengan Turki,” jelasnya.
Oleh karena itu, Febrio mengatakan, “Memburuknya sentimen pasar akibat pelemahan Turki membuat BI perlu menaikkan suku bunga kebijakan bulan ini,” ucapnya.
Ia melanjutkan, beberapa waktu lalu, sentimen positif investor yang sempat kembali akibat pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang melebihi ekspektasi. Hal ini terlihat dari mulai arus modal bersih yang sempat positif di akhir Juli di tengah melemahnya nilai rupiah.
“Ekonomi Triwulan-II tumbuh melebihi ekspektasi, tidak terlepas dari peran belanja pemerintah untuk THR dan gaji ke-13,” ujarnya.
Imbal hasil obligasi pemerintah, yang di minggu ketiga dan keempat Juli juga sempat turun cukup signifikan. Namun, kini kembali naik, tepatnya di hari Senin kemarin setelah aksi jual yang didorong pelemahan Lira Turki.
“Di sisi lain, defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat di Triwulan-II menjadi risiko utama dalam menjaga stabilitas nilai tukar, dimana defisit neraca transaksi berjalan membuat rupiah berisiko melemah lebih lanjut apabila terdapat tambahan tekanan eksternal di jangka menengah,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News