Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah optimistis bisa mengumpulkan dana cadangan krisis hingga lebih dari US$ 30 miliar melalui skema perjanjian Bilateral Swap Agreement (BSA) dan Deferred Drawdown Option (DDO).
Menurut Menteri Keuangan RI Chatib Basri, dana siaga itu bisa diperoleh dari tiga negara yang bersedia berkomitmen dengan Indonesia.
Meski begitu Chatib tidak menyebut berapa Pastinya dana yang bisa disiagakan Pemerintah. Adapun dana siaga ini merupakan bentuk antisipasi Pemerintah kalau-kalau terjadi aliran dana keluar yang besar, akibat dihentikannya program Quantitative Easing (QE) oleh bank Central Amerika Serikat.
"Saya tidak mau bilang pasti, tetapi mungkin bisa lebih dari US$ 30 milliar," ujar Chatrib, Selasa (10/9) di gedung Kementerian keuangan.
Sementara Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang PS Brodjonegoro menambahkan, bilateral swap itu akan berasal dari tiga negara, pertama dari Jepang senilai US$ 12 miliar.
Sementara, untuk dua negara lainnya Bambang enggan menjelaskan. Ia hanya bilang sebelumnya Pemerintah memang telah memiliki BSA dari china sebesar US$ 15 miliar.
"Kemungkinan memang dari china yang akan diperpanjang," ujarnya. Bambang juga bilang, satu negara lagi yang akan melakukan perjanjian BSA dengan Indonesia adalah negara lain yang memiliki cadangan Devisa lebih tinggi dari Indonesia seperti Korea Selatan.
Dua langkah selain BSA
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistyaningsih mengatakan, dengan jumlah BSA saja dinilai belum cukup menutupi kemungkinan dana yang bakal keluar dari Indonesia.
Selain BSA, sebetulnya ada beberapa cara lain yang bisa digunakan Pemerintah untuk menambah cadangan devisanya.
Pertama dengan menggenjot ekspor. Kedua, menambah portofolio investasi seperti menambah instrumen investasi baru yang menarik. Apalagi, dengan yield yang tinggi, Indonesia tidak akan sulit untuk menarik Investor.
Menurut hitungan Lana, potensi dana yang bisa mengalir keluar akibat keran QE ditutup mencapai US$ 40 miliar, bahkan bisa lebih.
Dana itu berasal dari duit yang selama ini mengalir di pasar modal, dana repatriasi dan pembayaran utang swasta.
Sementara ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai, langkah yang dilakukan Pemerintah sudah tepat dengan mencari dana siaga.
Hal itu dinilai akan menjaga kepercayaan pasar atas perekonomian Indonesia di tengah ancaman penarikan dana yang besar dari Indonesia kembali ke Eropa dan AS.
Jika pasar bisa diyakinkan, maka nilai tukar rupiah akan bisa dijaga," ujar Fauzi. Dia juga memperkirakan, jika tidak terjadi penutupan keran QE, maka nilai tukar akan berada di level Rp 11.500 per Dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News