kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,89   4,58   0.50%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efisiensi sampai relokasi sulit, tutup usaha saja


Kamis, 15 Oktober 2015 / 07:45 WIB
Efisiensi sampai relokasi sulit, tutup usaha saja


Reporter: Andri Indradie, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi

Posisi para pengusaha semakin terjepit saja. Belum selesai memikirkan struktur biaya akibat perlambatan ekonomi yang menjalar, sebentar lagi mereka akan berhadapan dengan isu pengupahan. Maksudnya, kabar yang berkaitan dengan hasil keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Menurut rencana, pembahasan UMP dan UMK akan selesai masing-masing tanggal 1 November dan 21 November tahun ini. Berdasarkan wawancara KONTAN, sebagian kecil pengusaha skeptis. Yang lain berharap kebijakan UMP dan UMK mendukung mereka.

Sisanya. dan ini kelompok mayoritas, ingin pemerintah menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Maksudnya, menjadi mediator antara pemilik bisnis dan pekerja tanpa harus mengintervensi terlalu jauh.

Ricardo Lumalessil, Human Resource and Development
PT Sepatu Bata Tbk, bilang, upah itu sifat dasarnya perlindungan para pekerja dan industri. Namun, besaran upah diputuskan antara pengusaha dan pekerja. “Pemerintah tinggal ketok palu. Kuncinya di harmonisasi pengusaha dan pihak pekerja,” kata Ricardo.

Namun, hampir semua pengusaha yang diwawancarai KONTAN meminta, isu upah jangan sampai menjadi alat politisasi. Apalagi pemilihan kepala daerah sudah dekat. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, menuturkan jangan sampai ada kandidat kepala daerah yang menunggangi proses pembahasan upah untuk mencari massa pendukung.


Segala cara
Yang jelas, pengusaha mengaku, selalu siap setiap kali ada rencana kenaikan upah. Bahkan, di tengah perlambatan ekonomi seperti yang kini terjadi. Intinya, mereka akan mencari segala cara agar bertahan.

Ketua Apindo Anton Joenoes Supit bilang, pengusaha bisa meminta penangguhan pembayaran sesuai ketentuan upah minimum. Tapi, biasanya cara ini agak susah. “Tahun ini sepertinya tidak ada yang disetujui,” ujarnya kepada Tabloid KONTAN, Rabu (7/10).

Pengusaha, lanjut Anton, biasanya akan efisiensi, mulai dari evaluasi struktur biaya sampai pengurangan karyawan. Sebab, dengan naiknya upah, artinya biaya tenaga kerja akan naik. Atau, kalau yang sudah kepepet, biasanya sampai relokasi ke daerah yang nilai upah minimumnya lebih rendah. Kalau tidak, ya, tutup usaha.

Di tempatnya bekerja, terang Ricardo, perusahaan sudah menerapkan efisiensi karena situasi ekonomi sedang buruk. Cuma, sebisa mungkin efisiensi tanpa harus berujung pemutusan hubungan kerja (PHK). Meskipun, kenyataannya, sudah 20 orang yang diputus kerja oleh Sepatu Bata.

PHK itu tak terhindarkan lantaran beban biaya operasional sudah melejit. Sebab, perusahaan menjual produk dalam rupiah, sementara bahan baku dibayar memakai dollar AS.

Bonar Sirait, Chief Human Resource Officer PT Asia Pacific Fibers (APF) mengatakan, selain melakukan efisiensi dan menutup perusahaan, relokasi usaha juga opsi bagi industri serat dan fiber. Ada 18 perusahaan anggota asosiasi tersebut di rayon Jawa Barat dan Banten. Sebentar lagi, akan ada tiga anggota baru.

Namun, lantaran upah minimum terlalu tinggi, ada beberapa anggota berniat merelokasi usaha ke Jawa Tengah yang nilai upah minimumnya lebih rendah. Bukan hanya jadi komoditas politik saja, di rayon tempat perusahaannya beroperasi juga ada istilah upah minimum kelompok usaha (UMKU). “Bukan cuma UMP dan UMK saja,” jelas Bonar.

Sayang sekali, Bonar enggan menyebut nama-nama perusahaan apa saja yang bakal merelokasi usahanya ke Jawa Tengah. Hanya dia memastikan, tak ada perusahaan yang bisa mempertahankan bisnisnya jika upah minimum naik 20%–22%. “Menurut saya, (kenaikan sebesar itu) tidak realistis di zaman sekarang,” tegas Bonar.

Saat ini, APF mempekerjakan sekitar 4.000 karyawan. Apa yang akan dilakukan APF jika upah minimum naik? Jika setelah mengutak-atik struktur biaya operasional tak memungkinkan, opsi paling terakhir yang mungkin diambil adalah pengurangan karyawan.

Sementara Reza V. Maspaitella, President & CEO PT Valdo Investama menambahkan, pilihan lain yang biasanya diambil perusahaan saat upah naik adalah efisiensi dengan mengalihkan pekerjaan ke pihak ketiga alias perusahaan outsourcing. Masalahnya, kata Reza, pemerintah belum serius mengembangkan bisnis outsourcing ini (baca halaman 26–27).

Kata Hariyadi, Apindo dan 25 asosiasi usaha sudah menyampaikan rekomendasi ke pemerintah terkait Rencana Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan. Komponen kebutuhan hidup layak (KHL) dalam menentukan UMP dan UMK sebaiknya digunakan lima tahun ke depan. Lantas, dengan demikian, survei KHL selama tahun 2015 digunakan untuk basis penyesuaian kenaikan upah minimum lima tahun ke depan.

Poin terakhir, pengusaha ingin kenaikan tahunan upah minimum berdasarkan formula yang sama di seluruh Indonesia. Formula tersebut berasal dari hasil survei KHL ditambah hitungan inflasi nasional, dan pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Apindo juga memberi rekomendasi agar pemerintah membahas ruang lingkup usaha outsourcing yang sampai saat ini masih dibatasi hanya di lima bidang saja.

Yang juga penting, pemerintah juga sebaiknya betul-betul mempertimbangkan kenaikan UMP dan UMK, terutama kenaikan upah ini mempengaruhi besaran tingkat upah di kawasan-kawasan industri serta proyek-proyek infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah.

Hariyadi menilai, jika upah di kawasan industri terlalu tinggi, bukan saja investasi terhambat. Kawasannya juga tak laku.    


Laporan Utama
Mingguan Kontan No. 03-XX, 2015

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×