kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Efek rendahnya belanja modal dalam RAPBN 2022 terhadap serapan tenaga kerja


Minggu, 05 September 2021 / 11:34 WIB
Efek rendahnya belanja modal dalam RAPBN 2022 terhadap serapan tenaga kerja
ILUSTRASI. Efek rendahnya belanja modal dalam RAPBN 2022 terhadap serapan tenaga kerja


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran belanja modal sebesar Rp 196,61 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada 2022.

Anggaran itu turun 8,6% dibandingkan outlook belanja modal 2021 yang sebesar Rp 215,14 triliun dan hanya naik 3% dibandingkan belanja modal dalam APBN 2021 yang sebesar Rp 190,92 triliun.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, belanja modal punya peran strategis dalam penyerapan tenaga kerja. Ia mencontohkan, belanja modal pemerintah pusat maupun daerah berkontribusi terhadap serapan kerja sektor konstruksi. Tercatat sektor konstruksi menyerap 6% dari total tenaga kerja di Indonesia atau sebesar 7,9 juta orang.

“Jika belanja modal tahun 2022 berkurang efeknya ke serapan tenaga kerja di sektor konstruksi mungkin lebih rendah. Bisa jadi ini berkaitan dengan tertundanya proyek-proyek strategis nasional, karena pemerintah perlu kendalikan defisit APBN yang ditargetkan 4,85%,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (4/9).

Baca Juga: Belanja modal di RAPBN 2022 lebih rendah dibandingkan 2021, ini penjelasan Kemenkeu

Selain itu, menurut Bhima sepanjang 2014-2021 penambahan belanja modal sebenarnya rendah hanya 68%, di bawah belanja pegawai yang tumbuh 73% dan belanja barang 105% serta pembayaran bunga utang 180%.

Dampak lain dari berkurangnya belanja modal, adalah akan dirasakan oleh sektor-sektor usaha pendukung, misalnya penurunan pendapatan pada kontraktor dan sub-kontraktor jasa bangunan hingga penyedia material bangunan.

Bhima menilai, jika belanja modal berkurang, maka penyaluran kredit ke sektor usaha konstruksi baik kredit modal kerja maupun kredit investasi juga berisiko tumbuh rendah. Dia memerinci per Juli 2021, pertumbuhan kredit investasi di sektor konstruksi tercatat 6,5% yoy.

“Angka tersebut jauh lebih rendah dibanding posisi Juli 2020 yakni 21,8% yoy. Sehingga Bank akan lebih selektif dan berhati-hati menambah penyaluran kredit konstruksi,” pungkasnya. 

Selanjutnya: Faisal Basri usulkan tarif cukai pada 2022 naik jadi 12,5%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×