Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Keterlibatan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam proses pengamanan berbagai aksi unjuk rasa tentang rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), hanya sebatas tenaga bantuan bagi pihak Kepolisian. Karena itu, posisi anggota TNI harus di belakang anggota Kepolisian dan hanya bersifat memback-up kinerja aparat kepolisian saja.
Karena itu, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidani pertahanan, telekomunikasi dan masalah luar negeri, Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa sangat dimungkinkan bagi TNI untuk membantu pihak Kepolisian dalam rangka pengamanan keamanan. Meski begitu, Mahfudz menegaskan bahwa keberadaan TNI dalam lalu lintas aksi unjuk rasa tidak dalam situasi berhadap-hadapan dengan massa pengunjuk rasa.
Selain itu, Mahfudz juga menilai bahwa keterlibatan TNI dalam pengamanan sejumlah aksi unjuk rasa terkait rencana kenaikan BBM bersubsidi yang dimulai sejak hari ini, seharusnya dilakukan tanpa perencanaan keterlibatan. Karena itu, menurut Mahfudz, dengan keberadaan TNI yang direncanakan sejak awal ini, merupakan pelanggaran.
"Sebenarnya inilah ruang abu-abu yang ingin dijawab oleh RUU Keamanan Nasional. Tapi menurut saya, terlepas dari perbedaan penafsiran yang akan membuahkan polemik, keberadaan TNI diperbolehkan dalam pengamanan tetapi hanya untuk memback-up keberadaan polisi," tutur Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, pada Senin (26/3)
Karena itu, Komisi I, menurut Mahfudz akan mengawasi keterlibatan TNI di lapangan saat pelaksanaan keamanan. Selain itu, Mahfudz menyatakan bahwa jika terdapat kesalahan pada TNI dalam proses pelaksanaan dan penanganan keamanan dan ketertiban nasional dalam aksi unjuk rasa, maka DPR akan mempertanyakan hal ini kepada Presiden.
"Apabila terjadi kesalahan, maka akan kita pertanyakan ke Presiden. Karena itu TNI tidak diperbolehkan untuk berada di garis depan dan tidak boleh berhadapan langsung dengan demonstran," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News