Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR RI resmi mengesahkan UU Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia - Singapura dalam rapat paripurna DPR, Kamis (15/12).
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?," tanya Ketua DPR RI Puan Maharani.
"Setuju," jawab semua peserta sidang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh dalam laporannya pada rapat paripurna menyampaikan, dalam rapat kerja pembicaraan tingkat I di Komisi III DPR, seluruh fraksi menyatakan setuju RUU tersebut dibawa ke rapat paripurna DPR.
Baca Juga: Ratifikasi Ekstradisi
Pangeran mengatakan, Komisi III DPR RI memandang penting RUU tersebut untuk segera disahkan. Sehingga dapat berguna demi kepentingan negara dan masyarakat umumnya.
"Khususnya dalam rangka mendukung efektivitas sistem penegakan hukum dan peradilan pidana," ujar Pangeran.
Sebagai informasi, Indonesia dan Singapura sebelumnya telah menandatangani perjanjian ekstradisi di Bintan pada Selasa (25/1/2022).
Ekstradisi buronan merupakan upaya penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan tindak pidana di luar wilayah negara yang menyerahkan. Serta di dalam yurisdiksi negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang mengadili dan memidananya.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H. Laoly mengatakan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tidak lepas dari kondisi Singapura sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan memberlakukan bebas visa. Sehingga menyebabkan Singapura jadi tempat transit para pelaku tindak kejahatan.
Yasonna menilai, adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura. Sehingga Pemerintah Indonesia perlu menindaklanjuti pengesahan perjanjian sesuai Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura mengatur antara lain tentang kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi. Lalu, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan.
"Pengesahan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang ekstradisi buronan akan mendukung penegakan hukum, serta memberi kepastian hukum bagi kedua negara," ujar Yasonna.
Baca Juga: KSP: Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Bukti Komitmen Pemerintah Berantas Korupsi
Yasonna Laoly menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Adapun, jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis. Diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
Yasonna menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujar Yasonna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News