Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Komisi VII DPR RI meminta semua pihak bersabar dalam proses penuntasan renegosiasi kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia. Dewan menilai sebaiknya saat ini pemerintah fokus dalam penyelesaian persoalan ketenagakerjaan pada perusahaan asal Amerika Serikat itu.
Ketua Komisi VII DPR RI Teuku Riefky Harsa mengatakan, setelah perundingan antara karyawan dan manajemen Freeport menemui kesepakatan barulah dewan akan meminta pemerintah segera memulai kembali renegosiasi KK generasi V yang dibuat pada 30 Desember 1991.
"Kami mendukung penyelesaian proses itu, tapi semua pihak harus menahan dulu sebentar hingga persoalan mogok kerja bisa diselesaikan dengan baik," kata dia kepada KONTAN usai menggelar RDP revisi RUU Migas di gedung DPR, Selasa (22/11).
Menurutnya, UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara sudah dapat dijadikan acuan pelaksanaan renegosiasi kontrak. Dengan begitu, renegosiasi tinggal menunggu pelaksanaan dari tim khusus yang telah dibentuk pemerintah.
Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, yang mesti jadi perhatian sekarang ialah kesediaan pihak pemerintah maupun perusahaan untuk duduk bersama mengkaji substansi KK agar sesuai dengan amanat UUD 1945. "Bukan persoalan hukum yang dikedepankan, tapi tuntutan rakyat dan keberlangsungan perusahaan yang harus jadi pertimbangan," imbuhnya.
Sebelumnya, kalangan ekonom menilai sejumlah peraturan perundang-undangan justru menjadi penghambat proses renegosiasi serta pengawasan pengelolaan sumber daya alam di tanah air. Misalnya, UU 4/2009 Pasal 169 Point (a) dan (b) yang saling berlawanan.
Pasal 169 Poin (a) menyebutkan, KK maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang telah ada sebelum lahirnya UU 4/2009 tetap berlaku hingga berakhirnya masa perjanjian. Sedangkan Pasal 169 Point (b) justru menyatakan KK dan PKP2B harus disesuaikan minimal satu tahun setelah diterbitkannya UU Minerba tersebut.
Direktur Econit Hendri Saparini mengatakan, polemik antara serikat pekerja dan manajemen PT Freeport seharusnya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk mendesak dilakukannya renegosiasi kontrak. Asalkan, pemerintah dan dewan telah siap dengan perangkat hukumnya. "Perangkat hukum tumpang-tindihnya perangkat hukum di Indonesia akan menjadi celah bagi perusahaan asing untuk tetap menancapkan penguasaan pengelolaan tambang," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News