Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pergantian direksi di perusahaan plat merah oleh Menteri BUMN Rini Soemarno sangat sarat akan kepentingan politik. Salah satunya akhir pekan lalu, Rini merombak direksi PT Pertamina (Persero).
Anggota Komisi VI dari fraksi Golongan Karya Bowo Sidik Pangarso menilai, pergantian direksi perusahaan BUMN oleh Menteri Rini Soemarno di Pertamina sangat tercium akan kepentingan politik menjelang tahun-tahun pemilihan umum.
Sekadar tahu saja, pekan lalu Menteri Rini memberhentikan dengan hormat lima direksi Pertamina. Kelima direksi yang dicopot adalah Direktur Utama Elia Massa Manik, Direktur Megaproyek Ardhy N. Mokobombang, Direktur Pengolahan Toharso, Direktur Aset Dwi W. Daryoto, dan Direktur Pemasaran Korporat Much. Iskandar.
Padahal, kata Bowo, Elia Massa baru menduduki jabatan Dirut Pertamina selama setahun. Apalagi saat itu, ia ditunjuk langsung oleh Menteri Rini. Dugaan adanya kepentingan politik juga diperkuat lantaran pergantian Dirut Pertamina terkesan tidak direncanakan dengan matang.
Sebab, Menteri BUMN tidak langsung mencarikan Dirut pengganti, tapi memilih menggunakan Plt Dirut. Sehingga ke depan akan ada RUPS lagi untuk menunjuk Dirut baru.
Asal tahu saja, Menteri BUMN menunjuk Direktur SDM Pertamina Nicke Widyawati sebagai Plt Dirut Pertamina.
Sebelum di Pertamina Nicke merupakan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN. "Nicke itu baru masuk di Pertamina baru tiga bulan dari PT PLN, jadi memang seakan-akan sudah dipersiapkan untuk masuk ke pertamina. Padahal masih banyak direksi-direksi lain yang sudah lama dan bahkan sudah berasal langsung dari Pertamina yang mengerti betul keadaan perusahaan. ," jelas Bowo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/4).
Sehingga, ia menunggu sikap Presiden Joko Widodo atas tindakan Menteri Rini ini. Bahkan, ia meminta kepada Presiden untuk mengkaji ulang keputusan-keputusan yang diambil Menteri BUMN karena mengganti direksi-direksi BUMN yang strategis dengan orang yang tidak profesional.
Untuk itu, ia mengimbau kepada Menteri BUMN untuk bekerja sesuai dengan koridornya. Pasalnya, masa jabatannya hanya lima tahun dan tidak menutup kemungkinan setelah itu ada pembukaan kasus-kasus secara hukum.
Seperti, eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang sudah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena dugaan korupsi.
"Jadi, tolong untuk bekerja secara profesional. Kalau setiap BUMN dijadikan ladang untuk kepentingan politik oleh pemerintah yang berkuasa, saya ingatkan kerja menterinya cuma lima tahun, pasca itu akan dibuka secara hukum. Sehingga berkerjalah sesuai koridor dan profesional," tegas Bowo.
Tak hanya itu, Bowo juga menyampaikan alasan tahun ini mengapa perombakan dilakukan saat menjelang tahun politik. "Politik negeri adalah ini politik yang mahal harganya, Pemilu langsung mahal harganya maka sangat-sangat dimungkinkan BUMN BUMN yang strategis ini digunakan untuk itu," jelas dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir menilai pergantian direksi ini hanya karena unsur suka dan tidak suka. "Jadi, Kementerian BUMN di sekarang ini memang hanya berdasakan suka-suka menterinya. Ini akan merugikan Presiden di 2019," tuturnya.
Pasalnya, dalam setahun ini Komisi VI menilai kinerja Elia Massa sudah cukup baik. Bahkan, Inas bilang, jangan mencari alasan karena premium langka lalu Dirut Pertamina diganti. Padahal, hal tersebut merupakan arahan dari pemerintah untuk mengalihkan penggunaan premium ke petralite dan sudah mendapat persetujuan dari Komisi VII DPR.
Dengan demikian, Komisi VI menilai dengan pergantian BUMN ini jelas-jelas akan berpengaruh terhadap kinerja BUMN itu sendiri.
Hal yang sama juga diungkapkan Managing Director Lembaga Manajemen FEB UI Toto Pranoto. Menuruntya pergantian direksi yangterlalu cepat, dalam hal ini Pertamina akan berpengaruh terhadap persepsi investor di pasar saham.
Pasalnya, seperti diketahui Pertamina saat ini telah menjadi holding BUMN yang membawahi PGN yang merupakan perusahaan publik. "Pergantian diresi Pertamina yang terlal sering dalam dua tahun terakhir ini bisa memberikan sinyal yang tidak terlalu positif ke publik," ucap Toto.
Meski begitu, ia memandang pergantian ini merupakan langkah pemerintah untuk memperbaiki kinerja perusahaan BUMN. Karena kemungkinan, pergantian direksi sebelum masa jabatannya lantaran ada target-target dalam RKAP yang belum tercapai. Apalagi, keputusan pergantian direksi itu memiliki pertimbangan yang kuat. Serta melihat apa yang menjadi target pemerintah dalam jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News