kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR minta sawit masuk dalam perjanjian IEU-CEPA


Selasa, 26 November 2019 / 23:46 WIB
DPR minta sawit masuk dalam perjanjian IEU-CEPA
ILUSTRASI. DPR minta sawit masuk dalam perjanjian IEU-CEPA. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi IV DPR RI meminta pemerintah memasukkan kelapa sawit dalam perundingan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA). Jika tidak ada pembahasan sawit, maka tidak perlu ada IEU-CEPA.

“Sawit merupakan berkah bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu, pemerintah harus memperjuangkan kelapa sawit dalam semua  pembahasan perdagangan dengan negara lain, termasuk di antaranya dengan Uni Eropa ini,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Hasan Aminuddin dalam keterangan Selasa (26/11).

Baca Juga: Indef: Genjot ekspor CPO lewat negosiasi dagang Uni Eropa

Menurutnya, sawit merupakan komoditas strategis dan penopang perekonomian nasional. Komoditas ini juga telah terbukti menyumbangkan devisa negara hingga ratusan triliun rupiah. Belasan juta rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya kepada komoditas ini.

Sawit, kata Hasan Aminuddin, juga berperan besar terhadap pembangunan daerah. Banyak daerah di luar Pulau Jawa yang perekonomiannya menggeliat karena adanya perkebunan kelapa sawit.

Komoditas ini juga banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah. Karena itu pemerintah harus memperjuangkan kelapa sawit dalam berbagai forum internasional.

Baca Juga: Airlangga membahas isu negatif sawit dengan Mahathir Muhammad

“Termasuk di antaranya pada lanjutan perundingan IEU-CEPA ini,” kata Hasan Aminuddin yang merupakan legislator dari Dapil Jatim II ini.

Karena itu, Hasan mendukung langkah yang ditempuh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang tetap akan menjadikan sektor sawit sebagai pembahasan prioritas dalam negosiasi IEU-CEPA. Karena hal tersebut sejalan dengan misi Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan dan melindungi industri sawit.

Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV DPR lainnya mengatakan, pemerintah harus tegas mengatakan kepada Uni Eropa bahwa lanjutan perundingan IEU-CEPA bisa dilanjutkan dengan syarat menyertakan komoditas kelapa sawit dalam perundingan tersebut. “No sawit, No CEPA,” kata legislator asal Kalimantan Barat ini.

Baca Juga: Menlu ingin sawit turut dinegosiasikan dalam perjanjian IEU-CEPA

Dia pun meminta pemerintah tetap melawan aksi diskriminatif Uni Eropa (UE) terhadap minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia. Pasalnya, dalam dokumen internal Uni Eropa (UE) mengenai Delegated Act-RED II yang bocor ke publik, UE mengindikasikan bakal memperlakukan minyak kedelai secara berbeda dengan CPO.

UE memasukkan minyak kedelai sebagai produk minyak nabati yang berkategori berkelanjutan bersama minyak biji bunga matahari dan biji rapa yang diproduksi negara-negara anggota UE. 

Kebijakan UE memasukkan minyak kedelai sebagai produk yang akses pasarnya dibebaskan di kawasannya, disebabkan oleh ketakutan blok negara tersebut mendapatkan retaliasi dari AS. Pasalnya, AS adalah salah satu produsen minyak kedelai yang dipasok ke UE.

Baca Juga: Sudah Tunjuk Pengacara, RI Segera Gugat Uni Eropa

“Kami parlemen Indonesia juga meminta Parlemen Eropa melihat secara objektif bahwa secara produktivitas sawit lebih produktif jika dibandingkan dengan bunga matahari (sun flower) maupun biji rapa (rapeseed),” kata Daniel.

Karena lebih produktif, maka lanjut Daniel, lahan yang digunakan sawit lebih efisien jika dibandingkan dengan tanaman bunga matahari dan biji rapa yang ditanam petani di Eropa ini.

“Kalaulah dilihat dari segi perusakan lingkungan, tanaman bunga matahari dan biji rapa jauh lebih merusak lingkungan ketimbang sawit,” paparnya.

Baca Juga: Gapki: Upaya Uni Eropa mendiskriminasi sawit mendesak diselesaikan

Pihaknya juga mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang secara konsisten menjalankan program mandatori biodiesel. Sejak program ini dimulai pada 2014 yang mewajibkan penggunaan biodiesel sebanyak 10% (B10) pada setiap solar.

Kebijakan ini terus berlanjut dan pada awal Januari mendatang kebijakan bauran energi ini sudah mencapai B20.

Program bauran energi yang mencampurkan minyak sawit ke dalam minyak solar ini tidak hanya mengurangi volume impor minyak solar saja, namun juga menimbulkan ketakutan UE.

Baca Juga: Pemerintah telah tunjuk firma hukum untuk gugat Uni Eropa di WTO

“Eropa tidak punya pilihan juga kok. Rakyat Eropa akan berteriak, karena produk minyak nabati lain sangat mahal,” kata Daniel.

Sejatinya, kata Daniel, jika UE benar-benar melarang minyak sawit masuk ke Eropa, justru akan merugikan mereka sendiri. Pasalnya, selama ini banyak industri makanan maupun minuman mereka yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya.

Selama ini mereka membeli minyak sawit dengan harga yang murah, tapi karena minyak sawit dilarang masuk ke kawasan Eropa, maka industri di sana mau tidak mau akan membeli minyak nabati non sawit yang harganya jauh lebih mahal ketimbang minyak nabati berbasis sawit.

Baca Juga: Kesepakatan dagang terbesar dunia akan tercipta di 2020, Amerika tak diajak

Kendati demikian, Daniel mendesak pemerintah agar tetap memperjuangkan sawit dalam lanjutan perundingan IEU-CEPA.

“Pemerintah harus berjuang agar sawit masuk dalam bagian pembahasan perundungan IEU-CEPA. Kita harus fight membela komoditas strategis nasional ini. Jangan sampai ada pengkhianat di dalam negeri,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×