Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Setelah berulang kali mengalami penundaan pengambilan keputusan dalam Sidang Paripurna DPR RI, DPR hari ini akhirnya menyetujui penghapusan piutang lima Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meski demikian, keputusan ini disesalkan sejumlah anggota DPR yang menganggap keputusan iniĀ melegalisasi atas kebobrokan manajemen keuangan negara.
Ketika ditemui KONTAN seusai Sidang Paripurna DPR RI, Selasa, (28/5), Anggota DPR dari Fraksi PPP, Dimyati Natakusumah tak bisa menutupi kekecewaannya. Dimyati mengaku tak habis pikir bagaimana mismanajemen perusahaan yang berakibat pada keuangan negara malah dilegalisasi oleh DPR.
"Bisa saja terjadi KKN atau penggelapan, kok malah dilegalisasi. Saya harap DPR tidak melakukan hal semacam ini ke depan,"kata Dimyati.
Dia menjelaskan, penghapusan piutang bukan sesuatu yang tabu dilakukan. Terlebih jika terjadi kondisi force majeur seperti di Aceh atau Padang yang dilanda gempa bumi. "Tapi kelima PDAM itu kan terjadi di daerah yang normal dan maju," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memang mengajukan permohonan persetujuan penghapusan piutang 5 PDAM sebesar Rp 1,044 Triliun. Kelima PDAM itu adalah PDAM Kota Semarang dengan piutang Rp 238,13 milyar, PDAM Kabupaten Tangerang dengan piutang sebesar Rp 272,512 milyar, PDAM Kota Bandung dengan piutang sebesar Rp 252,73 miliar, PDAM Kota Palembang dengan piutang sebesar Rp 160,16 milyar dan PDAM Kota Makassar dengan piutang sebesar Rp 121,3 milyar.
Permohonan penghapusan piutang lima PDAM tersebut akhirnya disetujui Badan Anggaran (Banggar). Sayangnya, ketika dibawa ke Paripurna, berungkali permohonan pemerintah ini ditolak oleh banyak anggota DPR. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran akan kerugian negara akibat hilangnya potensi pendapatan negara yang disebabkan buruknya manajemen PDAM serta diduga sarat korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News