Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, menteri yang tidak setuju pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) perlu digusur dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.
"Sinyal positif dari Presiden bisa diterjemahkan dengan baik oleh 8 menteri. Kalau tidak, saya anggap menteri tidak bisa menerjemahkan presiden itu perlu digusur," katanya melakukan pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana, Kamis (21/7).
Delapan menteri yang bertugas mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS, antara lain: Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjabana, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri
Ketua DPR RI Marzuki Alie menuturkan pada awalnya terjadi hambatan di dalam pembahasan antara panitia khusus RUU BPJS dengan kedelapan menteri. Ketidaksepahaman ini hampir berlangsung selama masa sidang.
Dengan dalih perintah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), DPR pun terus mendesak RUU BPJS diselesaikan. "Harus diselesaikan namun hal-hal yang subtantif dan tidak bisa diambil tingkat menteri maka itu ketua DPR langsung rapat konsultasi dengan presiden," katanya.
Seperti diketahui, akhirnya pemerintah dan DPR menyepakati untuk memperpanjang masa persidangan pembahasan RUU BPJS untuk masa sidang satu kali lagi yang tersisa. "Setelah kami sadari pentingnya UU BPJS karena itu berkaitan dengan rakyat kita, kita ingin membulatkan sekali lagi dalam masa persidangan," kata SBY saat konferensi pers, Kamis (21/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News