kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR: Kriminalisasi perilaku seksual itu pilihan politik hukum kita


Minggu, 18 Februari 2018 / 14:50 WIB
DPR: Kriminalisasi perilaku seksual itu pilihan politik hukum kita
ILUSTRASI. RAPAT PARIPURNA DPR


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdebatan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengebiri hak asasi manusia (HAM) menurut anggota DPR Komisi III Arsul Sani tak perlu dilakukan. Sebab dalam menyusun revisi RKUHP, menurutnya DPR telah mempertimbangkan soal politik hukum nasional.

"Selain ada pertimbangan HAM universal, adapula HAM partikular," katanya kepada Kontan.co.id seusai diskusi bertajuk "Benarkah DPR Tak Mau Dikritik?", Sabtu (17/2) di Jakarta.

Sekadar informasi, beberapa pasal di revisi RKUHP dinilai memperluas tindak pidana. Salah satunya, terdapat potensi pemidanaan terhadap perilaku seksual.

Sebelumnya dalam hasil evaluasi terhadap draf sementara, Komnas HAM menilai paradigma seperti itu dapat berdampak terhadap persekusi. "Pencabulan, pemerkosaan memang tindak pidana. Namun tak boleh membawa identitas (seksual) itu diskriminasi," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam awal Februari lalu.

Menanggapi hal tersebut, Arsul kembali menegaskan, bahwa soal revisi RKUHP tak melulu harus berkiblat ke perpektif HAM negara barat.

"Teman-teman Komnas HAM, itu kan berpikirnya perspektif barat. Padahal kalau kita berpikir perspektif HAM. Bahwa selain HAM ada pula Kewajiban Asasi Manusia," jelas Arsul.

Ie mencontohkan sebuah kasus di pengadilan HAM Eropa yang mengambil keputusan berbeda terkait pernikahan sesama jenis. Sebuah permohonan pernikahan sesama jenis di Italia ditolak pengadilan HAM Eropa. Sementara permohonan serupa dari Belanda diterima.

"Jadi jangan hanya diambil contoh kasus dari Belanda. Permohonan dari Italia ditolak karena masyarakat di sana religius. Sementara dari Belanda diterima karena di sana memang sekuler," jelasnya.

Sementara soal memasukannya perilaku seksual sesama jenis ke ranah pidana. Arsul beralasan bahwa hal tersebut merupakan pilihan negara. "Kemudian kenapa dikriminalkan? Itu pilihan politik hukum kita. Kita tak perlu mengikuti Eropa saja," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×