Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Suprianto mendesak Komisi II DPR RI untuk menghentikan pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah. Menurut Didik, sebaiknya UU Pilkada berada dalam satu kesatuan utuh bersama UU pemilihan umum agar pelaksanaan pemilu tidak membuat masyarakat menjadi bingung.
Didik mengatakan, apabila pilkada dilakukan serentak pada 2015, maka akan ada suatu kejenuhan politik dari masyarakat karena hiruk-pikuk politik pasca-pemilu 2014 baru mulai mereda. "Yang saya khawatirkan partisipasi pemilih akan menurun karena kejenuhan terhadap pemilu. Kalau (pilkada serentak) setahun setelah pilpres, akan ada kebosanan politik di masyarakat," kata Didik dalam sebuah diskusi di Kafe Deli, Jakarta Pusat, Kamis (28/8).
Menurut Didik, sebaiknya pilkada dilaksanakan pada 2016 untuk memberi ruang kepada masyarakat. Masyarakat akan dapat menilai kinerja parpol ataupun elite parpol yang mereka pilih. Bila tidak, ia khawatir masyarakat tidak punya referensi dalam memilih kepala daerah. Hal itu karena selama ini calon-calon kepala daerah cenderung berasal dari partai-partai politik yang juga ikut dalam kontestasi pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Pengunduran pelaksanaan pilkada serentak diharapkan juga dapat mempertahankan tingkat partisipasi pemilih.
"Kalau dilaksanakan 2015, masyarakat tidak kritis, lebih baik dilaksanakan tahun 2016," ujar Didik.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, mempertanyakan sikap ngotot dari DPR yang ingin segera mengesahkan UU Pilkada pada tahun ini. Syamsudin menengarai DPR hanya kejar target dalam menyelesaikan UU tersebut karena masa periode jabatan di kursi DPR akan segera berakhir.
Menurut Syamsudin, bila DPR tetap mengesahkan UU Pilkada, maka bisa berdampak negatif terhadap pelaksanaan pilkada itu sendiri. Itu karena hingga saat ini RUU tersebut masih menuai kontroversi.
"Sebaiknya pemerintah kita tidak memaksakan untuk mengambil kebijakan strategis, apalagi dalam undang-undang pilkada masih ada isu kontroversial," ucap Syamsudin.
Sementara itu, Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja menegaskan bahwa persetujuan atas UU Pilkada akan dilakukan pada September. Menurut dia, tidak ada alasan untuk memundurkan pelaksanaan pilkada serentak karena pembahasan dan perumusan RUU tersebut sudah berlangsung selama dua tahun.
Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan, pengesahan RUU tersebut adalah keputusan politik. Ia beranggapan, nama DPR bisa tercoreng jika pengesahan RUU ini ditunda. Sejauh ini, kata dia, RUU Pilkada tinggal menyisakan dua masalah sebelum diketok palu.
Masalah itu terkait mekanisme pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, apakah akan langsung dipilih oleh rakyat atau hanya dipilih oleh DPRD. Adapun pilkada di tingkat provinsi telah disepakati melalui mekanisme pemilihan langsung. Masalah lainnya terkait pemilihan wakil kepala daerah, apakah disatukan saat pemilihan kepala daerah atau dipilih oleh kepala daerah terpilih. (Febrian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News