Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pusat terus menaikkan alokasi anggaran Dana Desa dari tahun ke tahun, mencapai Rp 72 triliun dalam APBN 2020. Harapannya, kenaikan alokasi tersebut juga diiringi dengan realisasi penyerapan anggaran melalui belanja pembangunan dan program desa produktif lainnya.
Kendati begitu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengeluhkan masih minimnya aspek pendampingan dan evaluasi dari pemerintah pusat terhadap kinerja penyerapan Dana Desa.
Baca Juga: Cegah kasus desa fiktif terulang, Kemenkeu perkuat aturan Dana Desa
“Terkait pendampingan banyak kepala desa yang menyampaikan keluhan. Selain jumlahnya sedikit, kebanyakan tenaga pendamping juga tinggal di kota sehingga terbatas dana dan waktu untuk turun ke desa-desa di perkampungan memberi pendampingan,” tutur Anggota Komite IV DPD RI dari Papua Barat Sanusi Rahaningmas dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Keuangan, Selasa (14/1).
Padahal, Sanusi melanjutkan, di daerah pilihannya itu banyak kepala desa atau kampung yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan hanya terpilih berdasarkan wibawa di lingkungan sosialnya.
Lantas, para kepala desa tersebut tidak memiliki kapasitas dan kemampuan yang memadai untuk mengelola anggaran dan Dana Desa sehingga membutuhkan pendampingan yang lebih.
Baca Juga: Percepat penyaluran Dana Desa, Kemenkeu juga perketat pengawasan
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Anggota Komite IV DPD RI Misharti. Tak hanya kepala desa yang merasa kesulitan, tetapi juga para pendamping desa yang minim jumlahnya merasa kewalahan.