Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Peraturan untuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) tampaknya semakin rumit. Terutama dengan munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 tahun 2014. Menurut Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini, beberapa pasal dalam PP tersebut membuat ruang gerak LAZ menjadi semakin dibatasi.
“Kami merasa ruang gerak kami dibatasi. Contohnya dengan peraturan yang menyebutkan kalau di satu provinsi hanya ada satu perwakilan,” ujar Ahmad kepada Kontan, Rabu (12/3).
Ahmad merasa peraturan soal izin yang dibatasi adalah hal paling memberatkan. Padahal pembentukan perwakilan LAZ di masing-masing daerah terutama kota atau kabupaten menjadi penting. Karena yang membutuhkan dan menyalurkan zakat tidak hanya ada di kota besar.
Lagi pula pembentukan LAZ bertujuan untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Apabila ruang gerak LAZ dibatasi hanya di tingkat provinsi tentu keberadaan LAZ tak akan berjalan dengan maksimal.
Dompet Dhuafa sendiri telah memiliki 12 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dan tiga cabang di Australia, Hongkong dan Jepang. Rencananya tahun ini akan membuka sekitar tiga cabang lagi.
Selain permasalahan soal izin yang terkesan dibatasi, persoalan wajib audit nantinya dilakukan oleh Kementerian Agama, menurut Ahmad baiknya hanya dilakukan oleh satu otoritas saja yang memang berwenang. “Harusnya soal audit ini diserahkan ke Majelis Ulama Indonesia,” jelasnya.
PP No. 14 tahun 2014 ini merupakan aturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Saat ini Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sedang membentuk tim untuk merumuskan aturan turunan dari PP tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News