Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya divonis penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (12/10). Tak terima atas keputusan itu, ketiganya akan segera mengajukan banding.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Kuasa Hukum Hary Prasetyo, Ruadianto Manurung menyatakan, akan segera mengajukan banding walaupun ia tidak menjelaskan alasan keberatan kliennya atas keputusan majelis hakim. "Kami akan mengajukan banding secepatnya," kata Rudianto, Selasa (13/10).
Baca Juga: Tiga Eks Manajemen Jiwasraya Sudah Divonis, Dua Terdakwa Non Manajemen Belum
Seperti diketahui, mantan Tenaga Ahli Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP) itu diputus bersalah dan dihukum penjara seumur hidup oleh majelis hakim atau sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain Harry, Syahmirwan juga akan menempuh banding karena keberatan atas keputusan pengadilan Tipikor. Yang pertama, putusan yang dijatuhkan majelis hakim dinilai tidak mengadopsi fakta hukum persidangan terkait perhitungan kerugian negara.
Penasihat hukum Syahmirwan, Suminto Pujiharjo menyebut, Putusan MK Nomor 25/2016 terkait pencabutan frasa dapat dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal (3), menjelaskan, bahwa perhitungan kerugian negara seharusnya bukan berdasarkan potensi tapi bersifat nyata dan pasti. Namun ketentuan itu, tidak masuk dalam pertimbangan majelis hakim.
"Perihal kerugian negara dari BPK itu potensi atau unrealize loss senilai Rp 16,8 triliun. Artinya, kerugian negara belum bersifat nyata dan masih potensi termasuk dalam pembelian saham baik secara langsung maupun melalui reksadana, jumlahnya masih sama walaupun nilainya turun," jelas dia.
Baca Juga: Bekas Kepala Investasi Jiwasraya divonis penjara seumur hidup
Selanjutnya, majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan alasan direksi dan kepala investasi memilih saham - saham second liner ketimbang blue chip. Padahal penentuan itu berdasarkan kondisi keuangan perusahaan yang mencatatkan insolven Rp 6,7 triliun pada 2008. "Untuk mencapai target RKAP, tidak mungkin berinvestasi ke saham-saham blue chip, yang memungkinkan ke saham-saham second liner. Apalagi dalam penyusunan RKAP ini juga telah disetujui pemegang saham dan target juga sudah dipatok," jelasnya.
Senada, pihak Hedrisman justru menyebut hakim pura-pura tidak melihat adanya kerugian akibat insolven sampai tahun 2008 sebesar Rp 6,7 triliun. Kuasa hukum Hendrisman, Maqdir Ismail menyatakan, jika ada kerugian akibat pembelian saham BJBR, mestinya pihak Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten diminta pertanggungjawaban dalam pengelolaan BUMD.
"Begitu juga kalau benar harga saham PT Semen Baturaja turun, semestinya direksi BUMN ini dipanggil dan dimintai keterangan. Begitu juga terhadap saham PP Properti juga harusnya juga dipanggil, karena saham mereka dianggap tidak bernilai sama sekali," jelasnya Maqdir.