Reporter: Benedicta Prima | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Justice Network melaporkan perusahaan tembakau milik British American Tobacco (BAT) yaitu PT Bentoel Internasional Investama melakukan penghindaran pajak mencapai US$ 14 juta per tahun. Penghindaran pajak ini dilakukan dengan menghindari pembayaran pajak penghasilan badan usaha secara utuh atas laba yang diterima di masa datang.
Menanggapi laporan tersebut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Yoga Hestu Saksama mengatakan pihaknya masih akan mempelajari laporan tersebut. Hingga berita ini diterbitkan, DJP belum memberi penjelasan mengenai langkah apa yang akan dilakukan.
"Kita pelajari dulu laporan tersebut ya," jelas Hestu saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/5).
Berdasarkan laporan tersebut, anak perusahaan BAT di Indonesia ini mengumumkan adanya pembayaran bunga utang senilai US$ 164 juta atau Rp 2,25 triliun atas pinjaman dan royalti antar perusahaan dalam satu grup (intercompany loan), ongkos dan imbalan IT kepada induk usaha BAT. Sehingga mengakibatkan rugi bersih 27% yang ditanggung Bentoel.
Atas pembayaran tersebut pemerintah Indonesia menerapkan pajak sebesar 20% kecuali dengan Belanda. Atas perjanjian tersebut, maka Bentoel mengakali dengan mendapatkan utang dari Rothmans Far East BV di Belanda. Padahal melalui rekening perusahaan Belanda ini dana yang dipinjamkan ke Bentoel berasal anak perusahaan BAT di Inggris yaitu Pathway 4 (Jersey) Limited.
Dari skema tersebut, Indonesia sebenarnya bisa mendapatkan penerimaan pajak 20% atas US$ 164 juta yaitu sebesar US$ 33 juta alias US$ 11 juta per tahun.
Skema pengalihan lainnya yang dilakukan oleh Bentoel adalah melalui pembayaran royalti, ongkos dan biaya. Biaya yang harus dikeluarkan senilai US$ 19,7 juta kepada beberapa anak perusahaan BAT di Inggris.
Atas pembiayaan tersebut, Indonesia mengenakan pajak 25% atas royalti, ongkos dan biaya IT. Namun karena ada perjanjian pajak Indonesia-Inggris, maka pajak yang harus dibayar hanya 15%. Maka dari skema ini Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan pajak senilai US% 2,7 juta per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News