kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ditjen Pajak kesulitan gali pajak pertambangan


Rabu, 19 September 2012 / 12:09 WIB
Ditjen Pajak kesulitan gali pajak pertambangan
ILUSTRASI. Karyawan money changer menghitung mata uang dollar US di salah satu money changer Jakarta, Rabu (5/5)./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/05/05/2021.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Edy Can



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak mengaku kesulitan menggali potensi pajak pertambangan. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengaku ada sejumlah faktor yang menghambat.

Pertama, tingkat kepatuhan beberapa perusahaan tambang untuk membayar pajak masih rendah. Fuad enggan menyebutkan perusahaan tambang mana saja yang sampai saat ini tidak mau melaksanakan kewajiban bayar pajak. Dia mengaku telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna serta Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk menguber perusahaan tambang yang bandel tersebut.

Masalah kedua, Fuad bilang, Ditjen Pajak tidak memiliki instrumen menghitung besaran pajak perusahaan tambang. Hal ini mengakibatkan, perhitungan kewajiban bayar pajak tidak akurat. Selama ini, Ditjen Pajak menghitung kewajiban pajak secara manual yakni berdasarkan perhitungan pajak dari perusahaan tambang sendiri.

“Untuk pertambangan dan juga minyak dan gas sekarang ini kami masih menggantungkan diri pada wajib pajak. Jadi kalau wajib pajaknya mengatakan bahwa kewajiban pajaknya segitu ya sudah kami terima saja karena kami tidak punya kompetensi dan instrumen untuk menghitung kewajiban pajak mereka,” kata Fuad, Selasa (19/9) malam.

Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait meminta Ditjen Pajak mencari instrumen lain agar potensi pajak pertambangan bisa digarap secara maksimal. Salah satunya dengan bekerjasama dengan konsultan pajak internasional agar verifikasi dan penghitungan kewajiban pajak setiap perusahaan tambang bisa dilakukan secara akurat.

Pajak pertambangan, minyak dan gas saat ini menjadi salah satu sumber penerimaan pajak terbesar bagi Indonesia. Pada 2012 ini, Ditjen Pajak menargetkan penerimaan pajak minyak dan gas sebesar Rp 144 triliun. Besaran pajak tersebut diharapkan bisa diperoleh dari penerimaan pajak pertambangan sebesar Rp 80 triliun dan pajak migas sebesar Rp 64 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×