Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Selain memprioritaskan UKM, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga pada periode kedua Program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty melakukan segmentasi yaitu dengan memetakan kelompok profesi seperti dokter, bankir, pengusaha tambang dan pengacara.
Selain itu wajib pajak besar juga masih menjadi sasaran DJP untuk diajak ikut amnesti pajak, terutama mereka yang pernah tercatat di Panama Papers. Panama Papers merupakan dokumen yang berisi daftar perusahaan pemilik perusahaan cangkang di luar negeri.
Sejumlah langkah telah dilakukan baik sosialisasi, dengan merayu bahkan menghimbau, semuanya sudah dilakukan. Bahkan DJP juga mempunyai data aset-aset yang belum masuk Surat Pernyataan Tahunan (SPT).
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan Pelaksana dan Humas DJP memaparkan jumlah aset yang tercata di lembaganya dan sudah terverifikasi tidak masuk SPT itu mencapai Rp 530 triliun. "Rp 277 triliun sudah tercantum dalam Surat Pernyataan Harta (SPH)," ujar Hestu, Selasa (29/11).
Untuk sisanya, menurut Hestu itu akan terus ditindak lanjuti baik dilakukan komunikasi maupun dilayangkan surat agar ikut amnesti pajak. Sebab jika mereka tidak ikut maka harta itu akan dianggap pendapatan tambahan. "Ini kami selalu ingatkan terus karena kalau tidak ikut pasal 18 kita akan berjalan," tegasnya.
Menurutnya, aset-aset yang tercatat di DJP itu bentuknya macem-macem dari mulai mobil, rumah sampai apartemen. Dan ini merupakan aset yang ada di dalam negeri, sedangkan aset yang ada di luar negeri jumlahnya juga tidak kalah banyak. Namun sayangnya dia tidak bisa memastikan jumlah asetnya.
Yang pasti, menurut Hestu, dari sejumlah nama yang tercatat dalam Panama Papers itu sudah setengahnya lebih yang ikut tax amnesty. "Kita sudah identifikasi ada 200 sekian dari mereka yang belum amnesti pajak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News