Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengakui adanya kesalahan dalam penyusunan Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) Nomor 19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas Penjualan Barang Sangat Mewah.
Perdirjen tersebut sempat menuai kontroversi lantaran batasan harga asli barang yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas barang sangat mewah menjadi lebih kecil dibandingkan dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut PPh dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. "Salah tulis itu. Sudah diperbaiki," kata Sigit di Komplek Parlemen, Senin (22/6).
Adapun dalam Perdirjen tersebut, batasan harga minimal yang dijadikan sebagai dasar penggolongan barang sangat mewah yang dikenakan PPh Pasal 22 termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pasal 2 beleid tersebut mengatakan, barang yang tergolong sangat mewah untuk rumah dan tanahnya serta apartemen adalah harga dasar, yaitu harga tunai atau cash keras termasuk PPn dan PPnBM.
Dengan demikian, jika harga tersebut dikurangi PPN bertarif 10% dan PPnBM bertarif 20%, maka harga asli properti minimal yang dapat dipungut PPh Pasal 22 tersebut adalah sebesar Rp 3,85 miliar. Sementara dalam PMK, batasan nilai harga jual untuk properti baik rumah tapak maupun apartemen yang dipungut PPh Pasal 22, sebesar Rp 5 miliar. Padahal, Perdirjen tersebut merupakan turunan PMK.
Lebih lanjut Sigit menyatakan, dirinya telah menadatangani revisi Perdirjen tersebut. Dalam revisinya, otoritas pajak memperbaiki pengertian harga jual, bahwa harga tersebut adalah harga yang belum dikenakan PPN dan PPnBM. Namun, hingga kini revisi Perdirjen tersebut belum dipubliksikan di situs resmi Ditjen Pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News